Kamis, 18 Februari 2010

Paradigma Baru Perpustakaan Dalam Memberikan Pelayanan Pada Pengguna

Pendahuluan
Perkembangan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari sejarah peradaban manusia, karena perpustakaan merupakan produk manusia. Untuk berabad-abad bahkan beribu tahun lamanya perpustakaan telah menjadi repository dari informasi tertulis dan menjadi simbol yang kuat terhadap peradaban ataupun intelektualitas yang telah dicapai oleh manusia. Perkembangan perpustakaan juga sangat terkait dengan perkembangan masyarakat. Kondisi yang mempengaruhi perkembangan masyarakat mempengaruhi perkembangan perpustakaan. Dengan kata lain, perpustakaan mencerminkan kebutuhan sosial, ekonomi, kultural, dan pendidikan suatu masyarakat.

Hal ini tercermin jika perbandingkan kondisi pada negara maju dan negara berkembang. Pada negara yang lebih maju, kebutuhan kultural ini antara lain dipenuhi dengan penyediaan buku atau format media informasi elektronik oleh perpustakaan (umum). Di negara berkembang, masyarakat masih bergulat dengan kesulitan ekonomi sehingga kebutuhan yang mendesak adalah kebutuhan pangan, sandang dan papan. Kebutuhan kultural dirasakan bukanlah hal yang krusial untuk dipenuhi kebutuhannya. Karena itu dapat ditarik benang merah, bahwa perkembangan perpustakaan, sangat bergantung pada kondisi masyarakatnya.
Perpustakaan di Indonesia pada saat ini belum mengalami perkembangan yang menggembirakan, terutama dalam mewujudkan perpustakaan yang dapat selalu memenuhi kebutuhan penggunanya. Berbagai macam kendala baik dari dalam maupun luar perpustakaan menjadi salah satu alasan yang mengemuka. Selain itu perdebatan antara pengembangan perpustakaan tradisional dan perpustakaan digital/elektronik semakin sering dilakukan. Namun demikian, ternyata perkembangan selanjutnya telah “mengalahkan” perpustakaan tradisional sebagai sebuah perpustakaan yang perlu dikembangkan.

Kehadiran Teknologi Informasi & Implikasinya terhadap Perpustakaan
Pembicaraan saat ini tentang masa depan perpustakaan biasanya dihubungkan dengan teknologi informasi (TI). Banyak pihak telah berbicara tentang perpustakaan elektronik (e-library), perpustakaan digital (digital library), perpustakaan maya (virtual library), perpustakaan terpasang (online library), perpustakaan tanpa dinding (library without walls), dan beragam sebuatan lainnya. Demikian juga dengan pergeseran salah satu fungsi perpustakaan dari pengelolaan koleksi (collection management), ke pengelolaan data (data management), menuju pengelolaan informasi (information management), sampai pada konsep terkini dalam pengelolan pengetahuan (knowledge management). Memang tidak dapat disangkal bahwa TI telah banyak mengubah wajah dan praktik perpustakaan. Perpustakan tidak lagi hanya ditangani oleh pustakawan namun juga memerlukan pihak lain yang menguasai TI.
Bagi negara yang masyarakatnya telah menerima perpustakaan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, antisipasi menuju masyarakat informasi yang bertulang punggung TI dapat dikatakan juga harus dikerjakan oleh kalangan perpustakaan. Hal ini dapat dimaklumi karena dalam hidup sehari-hari mereka memang tidak dapat lepas dari TI. TI tidak saja mempermudah kehidupan mereka namun juga mengubah perilaku dan kebiasaan dalam masyarakat. Di Indonesia situasinya berbeda, perpustakaan belum menjadi bagian dari kehidupan masyarakat banyak. Perpustakaan hanya dikenal oleh sebagian kecil masyarakat kita. Di sisi lain secara tidak sadar nampaknya ada ketidak tepatan pendekatan dalam program pembangunan perpustakaan di Indonesia.

Pembahasan
Perpustakaan sebagai salah satu lembaga publik yang bertugas mengelola informasi, menyadari pentingnya penerapan teknologi informasi untuk mendukung tugas tersebut. Perkembangan penerapan teknologi informasi di perpustakaan dapat kita lihat dari perkembangan model pengelolaan perpustakaan berkaitan dengan penerapan teknologi informasi ini. Hal itu ditandai tatkala perpustakaan mulai menerapkan teknologi informasi untuk mengotomasikan tugas pengadaan, pengolahan dan layanan. Maka hal itu dapat dimaknai pula sebagai perpustakaan memanfaatkan teknologi komputer untuk mendukung tugas subtantif perpustakaan. Kemudian meningkat ketika perpustakaan memanfaatkan sepenuhnya teknologi informasi ini dengan menyediakan, mengolah dan melayankan bahan pustaka dalam format digital sepenuhnya, sehingga akses ke koleksi secara tidak langsung dengan bermediakan komputer dan jaringan lokal komputer atau internet.
Kebutuhan akan TI bahkan telah menyusup ke persoalan lain, berkaitan dengan peran perpustakaan dalam pelestarian dan penyebarluasan informasi ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang seiring dengan budaya tulis-menulis, berkomunikasi, menerbitkan dan menyiarkan, mendidik dan menginformasi dalam tataran yang bahkan sepuluh tahun lalu tidak terduga. Misalkan maraknya pemakaian teknologi internet dan world wide web (www) untuk membuat situs pribadi (homepage), situs web (website), weblog, chatting dan mailing-list, search engine, online database, kamus dan ensiklopedia online, penerbitan e-journal, e-book dan sebagainya. Perpustakaan layaknya telah menemukan cara baru dan lebih berdaya dalam menyebarluaskan informasi, mengidentifikasikan, mengumpulkan, mengelola dan menyediakanya bagi kepentingan publik di manapun mereka membutuhkannya.

Pergeseran paradigma perpustakaan
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perpustakaan dan pusat informasi lainnya juga mengalami pergeseran paradigma dalam sumber-sumber informasinya, layanannya, orientasi penggunanya, dan tanggungjawab staf/pekerja dalam layanan dan system di dalamnya. Menurut Stuert (2002), saat ini pergeseran paradigma informasi yang berakibat pada perubahan pola kerja dan orientasi institusi yang bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan seperti perpustakaan dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut:
INFORMATION
PARADIGM SHIFT


Resources

Services


Users


Bagan di atas menekankan pada tiga hal fundamental dalam sebuah institusi perpustakaan atau pusat informasi yakni:
a.Resources / sumber daya
Ada perubahan dan pergeseran dalam pemanfaatan sumber daya. Apabila pada awalnya sumber daya hanya dimiliki dan dimanfaatkan sendiri dan media yang digunakan sangat terbatas, maka pada saat ini sumber daya harus dipikirkan untuk dapat di-sharing dalam wadah yang lebih luas dan berorientasi pada pemanfaatan multiple media atau berbagai ragam media. Hal ini penting karena ada keterbatasan pada tiap-tiap organisasi/institusi perpustakaan dalam menyediakan sumber dayanya. Untuk itu mau tidak mau perpustakaan harus dapat meningkatkan kerjasama baik melalui forum-forum kerjasama maupun hubungan secara langsung. Hal lain tentunya perpustakaan harus dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang memudahkan perpustakaan untuk melakukan sharing informasi melalui apa yang disebut sebagai virtual library.
b.Services / Layanan
Cara pelayanan dalam bidang informasi atau perpustakaan ini juga mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan jaman. Pelayanan tidak lagi hanya hanya berorientasi pada pelayanan di dalam saja (internal) tetapi harus mempunyai pandangan yang lebih universal bagi akses informasi, kolaborasi, dan sharing sumberdaya dan layanan. Konsep cara pelayanannya pun sudah harus lebih bervariasi seperti halnya supermarket, bahkan mungkin hypermarket. Perpustakaan dan pusat informasi diharuskan dapat memberikan berbagai pelayanan yang dibutuhkan oleh pengguna yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Seperti layaknya supermarket, maka perpustakaan atau pusat informasi yang dapat memberikan pelayanan lebih bervariasi, murah dan cepat akan memuaskan pengguna dan mendatangkan pengguna lebih banyak lagi.
c.Users / Pengguna
Perlakuan terhadap pengguna dan perilaku tenaga perpustakaan/pusat informasi juga hendaknya mengalami perubahan. Sudah saatnya staf perpustakaan tidak hanya sebagai “penjaga buku” atau koleksi dan menunggu datangnya pengguna tanpa melakukan usaha apapun untuk mendatangkan pengguna. Sudah saatnya perpustakaan melakukan promosi dan memberikan gambaran-gambaran kepada pengguna mengenai bagaimana perpustakaan dapat menjawab kebutuhan informasi mereka. Pengguna juga perlu diberdayagunakan, dididik dan dimanfaatkan untuk perkembangan perpustakaan. Perpustakaan perlu lebih terbuka terhadap kemauan dan keinginan pengguna serta dapat memberikan pengetahuan mengenai pemanfaatan perpustakaan semaksimal mungkin.
Untuk mendukung terciptanya layanan yang prima dan sesuai dengan tuntutan paradigma baru, penerapan manajemen moderen dalam pengelolaan perpustakaan menjadi suatu kebutuhan. Karena seperti yang dikatakan Alvin Toffler dalam bukunya Future Shock, bahwa tuna aksara pada abad ke-21 bukan orang yang tidak dapat membaca atau menuis, tetapi orang yang tidak dapat beajar meninggalkan apa yang pernah dipelajarinya.

Konsep Perpustakaan Hybrid
Salah satu efek dari adanya pergeseran paradigma lama ke para digma baru adalah munculnya perpustakaan hybrid yang merupakan bentuk perpaduan antara perpustakaan tradisional dan perpustakaan digital/elektronik.

“A hybrid library is a library where 'new' electronic information resources and 'traditional' hardcopy resources co-exist and are brought together in an integrated information service, accessed via electronic gateways available both on-site, like a traditional library, and remotely via the Internet or local computer networks.” ((http://hylife.unn.ac.uk/toolkit/The_hybrid_library.html. Diakses 19 Oktober 2005)
Dari pernyataan diatas, dapat dijelaskan bahwa konsep perpustakaan hybrid adalah pengembangan sumber-sumber informasi dalam bentuk “tradisional” dipadukan dengan pengembangan sumber-sumber informasi bentuk “digital/elektronik”. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa perpustakaan harus dapat memadukan antara sumber-sumber yang berupa buku dengan sumber-sumber yang dapat diakses secara elektronik/digital. Perpustakaan harus mengembangkan sebuah konsep layanan informasi yang terintegrasi diantara dua bentuk sumber informasi tersebut.
Jadi dalam perpustakaan hybrid ini, pengguna selain memanfaatkan koleksi yang tercetak juga dapat memanfaatkan koleksi yang dapat diakses secara elektronik atau virtual, baik melalui jaringan lokal maupun jaringan internet. Ada sinergitas antara koleksi tercetak dengan elektronik atau virtual, artinya konsep tradisional dan elektronik kedudukannya saling melengkapi satu dengan lainnya, tidak terpisah dan terintegrasi. Perpustakaan perguruan tinggi ke depan harus dapat menerapkan konsep perpustakaan hybrid ini secara lebih “benar” sehingga pengembangan perpustakaan lebih terarah dan tidak berdiri sendiri-sendiri dan terkesan hanya mengikuti trend belaka. Hal lain adalah perubahan paradigma informasi seperti yang disampaikan Stuert, akan dapat dijaga dengan penerapan yang benar terhadap apa yang dinamakan perpustakaan hybrid ini



DAFTAR PUSTAKA
1.Qalyubi, Syihabuddin, dkk. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan Dan Informasi. Yogyakarta: Jurusan IPI F.Adab UIN Suka, 2003
2.Sulistyo, Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993
3.Hermawan S., Rachman. Etika Kepustakawanan. Jakarta: Sagung Seto, 2006
4.http://educate.lib.chalmers.se/IA …roceedcontents/ chanpap/feret.html diakses pada Selasa 14 Oktober 2008 pukul 10.25 WIB
5.Surachman, Arif. Perpustakaan Perguruan Tinggi Manghadapi Perubahan Paradigma Informasi. (http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=60# ) diakses pada Selasa 14 Oktober 2008 pukul 10.15 WIB
6.Ajie, Miyarso Dwi. Perkembangan Teknologi Informasi & Perubahan Paradigma Perpustakaan & Kepustakawanan (http://miyarsodwiajie.blogspot.com/2009/08/perkembangan-teknologi- informasi.html) diakses pada Rabu 28 Oktober 2009 pukul 14.42 WIB.


2 komentar: