Jumat, 26 Maret 2010

Pengelolaan Terbitan Berseri Di Perpustakaan Sebagai Sumber Informasi Primer Pendukung Kegiatan Keilmiahan

Abstrak
Terbitan berseri atau terbitan berkala adalah terbitan (publikasi) yang memilki waktu/kala terbit tertentu, dengan jarak penerbitan yang yang tetap dan terbit terus menerus tanpa batas waktu tertentu. Sebagai sebuah sumber informasi, terbitan berseri memuat berbagai macam informasi ilmiah yang menggambarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam sebuah terbitan berseri berisi tulisan dengan informasi orisinil yang belum pernah diterbitkan dalam bentuk apapun atau pubikasi lain. Oleh karena itu, sudah selayaknya perpustakaan memberikan perhatian yang lebih terhadap jenis koleksi perpustakaan yang satu ini. Pengelolaan dan SDM pengelola yang terampil, kreatif, berpengalaman, dan memiliki wawasan yang luas, diharapkan akan mampu menampilkan koleksi terbitan berseri ini dalam suatu layanan yang cukup bisa dihandalkan dalam suatu perpustakaan.
Keyword : terbitan berseri, terbitan berkala, pengelolaan terbitan berseri, layanan terbitan berseri

1. Pendahuluan
1.1 Pengertian Terbitan Berseri
Terbitan berseri atau terbitan berkala adalah terbitan (publikasi) yang memilki waktu/kala terbit tertentu, dengan jarak penerbitan yang yang tetap dan terbit terus menerus tanpa batas waktu tertentu. Terbitan berseri/berkala ini dapat berupa majalah, jurnal, surat kabar, buletin dan lain sebagainya, yang biasanya diterbitkan dengan nomor yang berurutan, terus menerus dan waktu/kala terbit tertentu seperti harian, mingguan, dua mingguan, bulanan, tiga bulanan, tengah tahunan dan sebagainya. Sebagai sebuah sumber informasi, terbitan berseri memuat berbagai macam informasi ilmiah yang menggambarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam sebuah terbitan berseri berisi tulisan dengan informasi yang orisinil yang belum pernah diterbitkan dalam bentuk apapun atau pubikasi lain.

1.2 Fungsi, Ciri dan Jenis Terbitan Berseri
Tulisan atau ulasan yang dimuat dalam sebuah terbitan berseri/berkala merupakan ide (gagasan) asli seseorang atau beberapa pengarang yang disusun ringkas, sehingga sering disebut dengan literatur primer (Lasa, 1994:21). Sebagai sebuah sumber informasi yang merupakan literatur primer, terbitan berseri memiliki fungsi sebagai media dan ruang untuk menampung ide, gagasan dan pengalaman beberapa orang dalam bidang tertentu; sehingga pembaca akan mendapatkan gambaran tentang potret suatu peristiwa/kejadian dan penemuan-penemuan baru. Selain itu terbitan berseri juga dapat memberikan cakrawala pemandangan yang lebih luas kepada pembaca, karena di akhir dalam setiap tulisan biasanya akan dilengkapi dengan daftar pustaka/bacaan.

Menurut Lasa HS, terbitan berseri/berkala mempunyai ciri/karakteristik yang membedakan dengan publikasi atau koleksi lain1. Beberapa ciri/karakteristik yang dimiliki oleh terbitan berseri adalah:
>Dalam satu kali terbit memuat beberapa tulisan yang ditulis oleh beberapa orang dengan topik dan gaya bahasa yang berbeda
>Artikel atau tulisan pada umumnya tidak terlalu panjang sebagaimana pada buku teks
>Menyampaikan berita, peristiwa, penemuan dan ide baru atau sesuatu yang dianggap menarik perhatian masyarakat pada umumnya
>Dikelola oleh sekelompok orang, yang kemudian membentuk perkumpulan, organisasi maupun susunan redaksi
>Merupakan bentuk arsip ilmiah yang telah diketahui oleh masyarakat umum
>Terbit terus menerus dengan memiliki kala, waktu, frekuensi terbit tertentu

Pengguna terbitan berseri/berkala memiliki ragam tingkat pendidikan dan minat yang cukup banyak dan bervariasi. Dengan memperhatikan hal tersebut, terbitan berseri/berkala memiliki ragam/jenis yang cukup banyak. Menurut Harrod yang dimuat dalam Pengelolaan Terbitan Berseri Di Perpustakaan2 jenis terbitan berseri meliputi majalah (majalah populer dan majalah ilmiah/jurnal), surat kabar, buku tahunan, seri monografi yang bernomor, prosiding, transaction dan memoar. Perkembangan teknologi informasi saat ini, berpengaruh dan berdampak pada koleksi terbitan berseri dalam bentuk elektronik. Misalnya jurnal elektronik, kliping elektronik, online newspaper dan lain-lain, yang informasinya bisa diakses melalui internet dari manapun.

2. Pengelolaan Terbitan Berseri
2.1 Perencanaan & Persiapan
Koleksi terbitan berseri yang banyak memuat informasi tentang penemuan serta proses baru sebuah penemuan, merupakan sumber informasi primer yang banyak dicari oleh pengguna perpustakaan. Oleh karena itu banyak pengguna perpustakaan yang berharap agar perpustakaan menyediakan layanan koleksi ini. Beberapa hal yang perlu direncanakan dan dipersiapkan secara matang agar bisa memberikan layanan terbitan berseri secara optimal adalah:

Anggaran
Diperlukan dana yang tidak sedikit untuk bisa memiliki jenis dan jumlah koleksi terbitan berseri yang cukup lengkap
Pengadaan
Terdapat beberapa cara untuk mengadakan koleksi terbitan berseri di suatu perpustakaan. Beberapa cara tersebut adalah :
Melanggan/membeli
Minta sumbangan/hadiah
Tukar menukar publikasi (exchange publikcation)

Ruangan
Suatu layanan akan berhasil melaksanakan tugas dan fungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya, jika didukung sarana yang dikelola seacra benar. Salah satunya adalah gedung atau ruangan yang diatur sedemikian rupa sehingga memberikan kesan yang menyenangkan. Indikasi layanan perpustakaan yang mampu berfungsi secara benar jika ditandai beberapa sifat yang membuatnya berfungsi secara efektif dan efisien, memudahkan pengguna perpustakaan, lingkungan yang nyaman, menyenangkan dan dan menarik sebagai tempat untuk belajar dan bekerja, serta membuatnya tetap berfungsi di sepuluh tahun yang akan datang.

Perabot/meubelair
Diperlukan perabot yang cukup bervariasi dari segi jenis, fungsi dan jumlanya dalam sebuah layanan terbitan berseri. Hal ini dikarenakan jenis terbitan berseri yang cukup banyak, membuat jenis kolesi ini memerlukan banyak jenis dan bentuk perabot dalam penyajiannya.

2.2 Pengolahan Terbitan Berseri
Prinsip pengolahan koleksi terbitan berseri tidak jauh berbeda dengan pengolahan koleksi perpustakaan yang lain. Kegiatan dalam pengolahan terbitan berseri meliputi pemeriksaan materi/koleksi saat datang, pemberian stempel, inventarisasi, entri data sekaligus katalogisasi (jika sudah terotomasi), pemberian label, pembuatan indeks artikel majalah/jurnal dan terakhir adalah penjilidan untuk koleksi yang lama.

Berikut gambaran alur kerja pengolahan koleksi Terbitan Berseri

Mulai



Periksa materi/koleksi



Beri cap/stempel
kepemilikan


Ya Entri Data ke komputer
Otomasi sekaligus inventarisasi
dan katalogisasi

Tidak

Inventaris dalam kartu


Pembuatan Katalog Label berbeda dengan label pada buku teks, tetapi memiliki fungsi yang sama dengan bentuk
dan isi yang lebih sederhana

Beri label untuk mempermudah
temu balik informasi




Selesai


2.2.1 Pemeriksaan materi/Koleksi Saat Datang
Setiap jenis koleksi terbitan berseri yang datang (diterima), hendaknya selalu diperiksa terlebih dahulu. Pemeriksaan ini meliputi status koleksi (apakah diterima sebagai langganan, hadiah/sumbangan atau tukar menukar), surat/blangko penyerta (surat tanda terima jika koleksi merupakan hadiah atau hasil tukar menukar), dan kelengkapan halamannya. Segera isi dan kembalikan surat tanda terima ke alamat pengirim, disertai dengan ucapan terima kasih.

2.2.2 Pemberian Cap/Stempel
Sama seperti pada pengolahan jenis koleksi yang lain, pemberian cap/stempel ini berfungsi untuk memberikan tanda identitas kepemilikan atas barang yang dimiliki. Seperti biasa cap/stempel dapat diberikan di bagian koleksi yang longgar (kosong), dan tidak mengenai tulisan yang ada dalam artikel. Termasuk juga pada bagian sisi dari koleksi ini (yang berbentuk buku).

2.2.3 Pencatatan/Entri Data
Pada pengolahan terbitan berseri yang masih manual, pencatatan koleksi ini dapat dilakukan pada buku catatan besar atau dicatat dalam kartu (kardeks) yang disusun alfabetis dalam kotak dan diberi tanda penunjuk. Kegiatan pencatatan ini dapat mewakili kegiatan inventarisasi dan katalogisasi. Kartu ini berfungsi sebagai kartu registrasi dan kartu katalog bagi pengelola terbitan berseri. Setelah itu dibuatkan kartu katalog untuk setiap judul dari terbitan berseri tersebut. Pada pengolahan terbitan berseri yang telah terotomasi, entri data merupakan gabungan dari kegiatan inventarisasi, katalogisasi dan pembuatan indeks. Pengguna dapat mencari informasi tertentu dari artikel yang ada dalam koleksi terbitan berseri, melalui OPAC yang telah disediakan.

2.2.4 Pemberian Label
Bentuk dan isi label pada koleksi terbitan berseri berbeda dengan label yang ada di koleksi buku teks. Bentuk dan isi label lebih sederhana, tetapi memiliki fungsi yang sama dengan label buku terutama bagi tenaga pengelola dalam penataannya di rak (selving).

2.2.5 Pembuatan Indeks Artikel
Indeks adalah daftar istilah yang disusun berdasarkan urutan abjad atau dengan susunan tertentu yang disertai keterangan yang menunjukkan istilah tersebut berada (Yusup, 1995: 50). Adanya indeks akan memudahkan pengguna yang ingin lebih cepat menemukan informasi dengan topik tertentu. Dalam indeks, artikel-artikel dalam koleksi terbitan berseri tersebut akan didaftar dan dilengkapi dengan ketetapan waktu pemuatan topik-topik informasinya. Pembuatan indeks ini menjadi kegiatan yang penting (vital) dalam pengolahan yang masih manual. Tetapi dapat diabaikan jika pengolahannya sudah terotomasi.

2.2.6 Penjilidan
Apabila nomor-nomor dalam volume yang sama dari suatu judul terbitan berseri sudah lengkap, maka dilakukan proses penjilidan (pembendelan). Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga keutuhan dan kelengkapan nomor-nomor yang ada. Selain itu, proses penjilidan ini merupakan usaha mengumpulkan tulisan-tulisan yang penah dimuat oleh suatu media cetak.
Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses penjilidan suatu ahan teritan berseri:
(a)Periksa kelengkapan edisi, halaman, indeks maupun sisipan dan bonus
(b)Halaman judul hendaknya diletakkan pada permulaan judul
(c)Indeks dapat diletakkan di bagian depan atau belakang
(d)Halaman iklan yang tidak relevan dapat dibuang selama pembuangan ini tidak
(e)mengganggu tulisan lain
(f)Kulit majalah dapat dilepas kecuali apabila memuat daftar isi atau daftar artikel penting
(g)Penyusunannya dengan cara meletakkan edisi yang lama diatas, lalu diikuti dengan edisi yang baru dibagian bawahnya dan seterusnya
(h)Pada setiap jilidan hendaknya diberi label yang berisi informasi tentang judul dan edisi dari bahan terbitan berseri yang ada dalam jilidan. Label ini dapat ditempel di punggung jilidan (Lasa, 1994: 90-91)
Hasil dari proses penjilidan ini kemudian dicatat/di inventaris ulang dalam catatan/kartu inventaris tersendiri. Pencatatn ini penting untuk mengetahui judul-judul bahan terbitan berseri apa saja yang telah dijilid, dan berapa jumlah jilidan yang dimiliki.

3. Layanan Terbitan Berseri
3.1 Pemajangan/Display
Sistem pemajangan koleksi terbitan berseri di rak, disesuaikan dengan kebutuhan pengguna dan instansi yang terkait, jenis dan jumlah koleksi terbitan berseri, kualifikasi dan jumlah SDM serta rak dan ruangan yang tersedia. Terdapat beberapa cara untuk pemajangan/display koleksi terbitan berseri tersebut.

Disusun alfabetis
Dalam susunan alfabetis, seluruh koleksi terbitan berseri disusun berdasarkan alfabetis judul terbitan berseri. Sistem penyusunan ini sesuai untuk perpustakaan dengan jenis dan jumah koleksi terbitan berseri yang tidak banyak.

Disusun per subyek (kelompok bidang)
Dalam susunan ini, koleksi terbitan berseri yang ada dikelompokkan kedalam beberapa subyek (biasanya disesuaikan dengan jurusan/program studi/bidang kerja yang ada). Sistem susunan ini sesuai untuk perpustakaan dengan jenis dan jumlah keleksi terbitan berseri yang besar/banyak.

3.2 Sistem Layanan Koleksi Terbitan Berseri
Pada umumnya koleksi terbitan berseri dilayankan dengan sistem terbuka tetapi pemakai hanya boleh membaca di dalam perpustakaan, tidak boleh dipinjam dibawa pulang. Pemakai boleh memfotokopi artikel dari jurnal/majalah yang diinginkan. Selain itu pada layanan terbitan berseri ini terdapat juga beberapa jenis layanan yang ditujukan untuk mengoptimalkan sistem temu kembali informasi.
Layanan-layanan tersebut adalah

Layanan Baca Ditempat dan fotokopi
Layanan ini memberikan kesempatan kepada pengguna untuk menggunakan koleksi terbitan berseri hanya di tempat, dan biasanya diperbolehkan untuk memfotokopi secara bebas. Sebuah layanan yang banyak dilakukan oleh berbagai perpustakaan yang ada saat ini.

Layanan Informasi Terpilih
Layanan ini menyajikan informasi-informasi terpilih yang dapat diakses oleh pengguna untuk menemukan informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Perpustakaan dalam hal ini menyajikan koleksi ataupun informasi sekunder yang akan membawa pengguna kepada informasi utama, misalnya dengan menyediakan indeks artikel, indeks majalah yang terpilih dan lain–lain.

Layanan Penelusuran Informasi
Layanan yang diberikan kepada pengguna untuk mendapatkan informasi yang diperlukan. Biasanya pengguna akan dikenai 'tarip' tertentu untuk membayar apa yang dilakukan dalam layanan ini.

Layanan Bimbingan Penelusuran Informasi
Layanan ini merupakan layanan yang tidak semua perpustakaan memperlakukannya. Layanan ini memberikan kesempatan kepada pengguna untuk mendapatkan bimbingan dari pustakawan setempat untuk dapat membantu pengguna dalam menemukan sumber-sumber informasi yang relevan baginya terutama hubungannya dengan sebuah penelitian, studi kasus, dan kegiatan ilmiah lainnya. Layanan ini banyak diterapkan di perpustakaan perguruan tinggi.

3.3 Kendala/Masalah

Beberapa kendala/masalah yang biasanya muncul dalam pengelolaan dan penyajian koleksi terbitan berseri di perpustakaan adalah
>Terbatasnya dana untuk pengadaan (berlangganan) koleksi terbitan berseri berpengaruh terhadap keberlangsungan layanan terbitan berseri
>Sulitnya melakukan klaim terhadap penerbit atas keterlambatan (ketidak sampaian) majalah/jurnal yang dilanggan
>Kesulitan petugas untuk melanggan/membeli teritan berseri luar negri
>Ketidakaturan publikasi/terbitan berseri dalam negri
>SDM yang kurang berpengalaman dan kurang kreatif
>Promosi yang kurang efektif dan teta letak (ruangan) yang kurang representatif (susah dicari/dijangkau pengguna secara mudah) menyebabkan belum termanfaatkannya layanan terbitan berseri secara lebih optimal

4. Penutup
Layanan terbitan berseri adalah salah satu layanan yang sudah selayaknya bahkan seharusnya ada di suatu perpustakaan. Hal ini disebabkan informasi yang terkandung di dalam koleksi terbitan berseri bersifat mutakhir dan biasanya memuat hasil penelitian terbaru di dari para peneliti di berbagai bidang. Layanan terbitan berseri ini banyak dimanfaatkan oleh pengguna perpustakaan, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Perlu persiapan dan pengelolaan yang matang untuk mengembangkan layanan terbitan berseri ini. Juga SDM yang kreatif, handal dan memiliki pengalaman serta kemampuan yang lebih untuk bisa memaksimalkan layanan ini. Suatu hal yang layak dan harus diwujudkan di dunia informasi yang berkembang cepat, dan selalu tergantikan dengan informasi yang lebih baru.


DAFTAR PUSTAKA

1.Daryanto. 1986. Pengetahuan Praktis Bagi Pustakawan. Malang: Binacipta

2.Lasa HS. 1994. Pengelolaan Terbitan Berseri. Yogyakarta: Kanisius

3.Sulistya-Basuki. 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

4.Evans, G. Edward . 1992. Introduction To Library Public Services. Englewood: Libraries Unlimited, Inc.

5.Yusup, Pawit M. 1995. Pedoman Praktis Mencari Informasi. Bandung: Rosdakarya

6.Qalyubi, Syihabuddin, dkk. 2003. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan Dan
Informasi. Yogyakarta: Jurusan IPI F. Adab UIN Suka

7.Mansjur, Surya; Sophi, Sulastuti; Triani, Suni. 2009. “Mengenal Bahan
Pustaka Dan Cara Mengelolanya”. Bogor: Pusat Perpustakaan Pertanian Dan Komunikasi Penelitian, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Diakses di http://www.pustaka-deptan.go.id/pustakawan/Juknis01.pdf pada Sabtu 26 Desember 2009 pukul 08.21 WIB

PENGARUH TI DALAM PENGUASAAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DI PERPUSTAKAAN

(Usaha Perubahan Wawasan dan Sikap Pekerja Informasi/Pustakawan dalam Menjalani Peran Baru Dalam Paradigma Baru di Dunia Perpustakaan)

PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan dan teknologi (Iptek) yang didukung oleh teknologi yang berbasis komputer dan komunikasi berdampak pada terjadinya ledakan informasi (information explosion). Teknologi informasi (TI) telah dimanfaatkan untuk mencipta, memproses, mengolah, menyimpan dan menyebarluaskan informasi. Berbagai sumber informasi muncul dalam aneka tempat atau wadah dengan bentuk materi tercetak (printed), terekam (recorded) dan terpasang (online). Disamping dalam bentuk hardcopy seperti buku, majalah, surat kabar yang bersifat konvensional, kini banyak pula yang berbentuk elektronik seperti e-book, e-jurnal, e-newspapers dan bentuk elektronik lainnya, yang merupakan contoh dari perkembangan Iptek yang didukung oleh TI.
Penguasaan Iptek terkait erat dengan penguasaan TI. Kebutuhan terhadap informasi yang beragam, cepat dan tepat menuntut penggunaan TI. Pengelolaan informasi secara manual akan mengakibatkan ketertinggalan, karena orang berlari kita berjalan. Pada hakikatnya TI adalah pemanfaatan teknologi dalam penciptaaan, penyimpanan, pengelolann dan pelayanan informasi. Dalam hal ini terdapat 3 pakar atau keahlian yang sangat berperan, yaitu 1) Pakar/keahlian dalam ilmu komputer yang selalu mmengembangkan perangkat keras dan perangkat lunak komputer serta memungkinkan pekerjaan manusia dilakukan dengan menggunakan mesin; 2) Pakar/keahlian dalam ilmu komunikasi yang selalu mengembangkan sarana komunikasi dan memungkinkan terhubungnya antar pencipta, pengeloa dan pengguna informasi; 3) Pakar/keahlian dalam ilmu perpustakaan dan informasi (pustakawan) yang selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta melakukan kegiatan pengumpuan, pengolahan dan pelayanan informasi.

Dalam paradigma baru, perpustakaan adalah sesuatu yang hidup, dinamis, segar segar menawarkan hal-hal yang baru, produk layanan yang inovatif, sehingga apapun yang ditawarkan oleh perpustakaan akan menjadi atraktif, interaktif, edukatif dan rekreatif bagi pengunjungnya. Koleksi yang dimiliki perpustakaan merupakan kekayaan (asset) yang harus sebesar-besarnya dimanfaatkan oleh pengguna secara optimal. Sumber informasi (resources) yang dulunya berbentuk satu media (one medium), kini berbentuk maya dan multimedia. Layanan (services) perpustakaan yang dulu berperan sebagai gudang berubah sebagai pasar (supermarket). Pustakawan yang sebelumnya hanya berperan pasif (menunggu pengguna), kini justru harus bisa mempromosikan dan memberdayakan penggunanya2.

Resources

Services


User


Gambar 1 : Information Paradigm Shift
Penggunaan TI di perpustakaan sering menjadi tolok ukur kemajuan dan modernisasi dari sebuah perpustakaan. Hal ini tentu tidak bisa dipungkiri mengingat tuntutan masyarakat yang memang sudah “tahu dan pintar” dengan segala macam bentuk TI. Gejala dan permasalahan serta fenomena inilah yang membawa dampak kepada apa yang disebut dengan Layanan Perpustakaan Berbasis TI. Tentunya ini dengan harapan bahwa apa yang menjadi pertanyaan banyak orang mengenai sentuhan TI di perpustakaan sedikit terjawab melalui layanan berbasis TI ini.
Perkembangan perpustakaan dilihat dari kepentingan pengguna dirasakan belum menggembirakan. Masih banyak “tuntutan” pengguna yang belum dapat dipenuhi oleh perpustakaan, termasuk tersedianya akses layanan berbasis TI ini. Pengembangan TI di sebuah perpustakaan sebenarnya merupakan wujud dari berbagai kepentingan. Kepentingan ini yang mendorong perpustakaan untuk melakukan modernisasi pelayanan dan menerapkan TI dalam aktifitas kesehariannya. Tuntutan kepentingan-kepentingan yang sedemikian besar ini seakan menjadikan “cambuk” bagi perpustakaan untuk berbenah dan selalu berpikir untuk dapat memberikan yang terbaik melalui fasilitas TI ini.

TEORI
Implementasi TI dalam layanan perpustakaan dari waktu ke waktu akan terus berkembang baik untuk keperluan automasi perpustakaan maupun penyediaan media / bahan pustaka berbasis TI ini. Berdasarkan pengamatan, sebenarnya kepentingan ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yakni kepentingan institusi dan kepentingan pengguna perpustakaan. Hanya terkadang apa yang menjadi kepentingan institusi sepertinya “belum berpihak” banyak kepada kepentingan pengguna. Belum lagi masalah prioritas, perpustakaan masih merupakan prioritas kesekian bagi lembaga induknya dalam hal pendanaan dan pengembangan.
Perubahan paradigma pekerja informasi menuntut perubahan dalam melayani pengguna. Pengguna perpustakaan harus dikenali dengan baik, perlakuan kepada mereka harus bervariasi. Pengguna (users) adalah istiah umum yang digunakan, tetapi ada diantara mereka yang dikelompokkan sebagai anggota (members), pembaca (readers), pemerhati (patrons), pelanggan (customers), ataupun sebagai klien (clients). Dengan demikian layanan kepada masing-masing peran pengguna, harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kriteria mereka.

Pustakawan harus mampu menghadapi perkembangan informasi yang terus berpacu dengan perkembangan teknologi di era global ini. Supaya berhasil mengatasinya, pustakawan sebagai tenaga profesional harus memiliki beberapa ketrampilan, antara lain :

* Adaptability
Pustakawan hendaknya cepat berubah menyesuaikan keadaan dan sebaiknya adaptif memanfaatkan teknologi informasi. Pustakawan dalam memberikan nformasi tidak lagi hanya bersumber pada buku teks dan jurnal yang ada di rak, tetapi juga memanfaatkan internet untuk mendapatkan informasi yang up todate bagi penggunanya4

* People skills (soft skills)
Pustakawan adalah mitra intelektual yang memberikan jasanya kepada pengguna dengan kemampuan berkomunikasi yang bagus baik secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu pustakawan dengan kriteria-kriteria berikut sangat diperlukan sebagai people skills yang kuat, yaitu :
a. Pemecahan masalah (kreatifitas, pencair konflik)
b. Etika (diplomasi, jujur, profesional)
c. Terbuka (fleksibel, terbuka untuk wawasan bisnis, berpikir positif)
d. Perayu (ketrampilan komunikasi dan mendengarkan atentif)
e. Kepemimpinan (bertanggung jawab dan kemampuan memotivasi)
f. Berminat belajar (haus akan pengetahuan dan perkembangan).
People skills ini dapat dikembangkan dengan membaca, mendengarkan kaset-kaset positif, berkenalan dengan orang positif, bergabung dengan organisasi positif lain dan kemudian diaplikasikan dalam aktivitasnya sehari-hari5.

* Positive Thinking
Pustakawan diharapkan menjadi orang di atas rata-rata. Sebagai pemenang yang selalu berpikiran positif, sehingga jika dihadapkan pada pekerjaan besar seharusnya berkata “yes” kami bisa. Tidak ada pesimisme dalam kamus hidup pustakawan.

* Personal Added Value
Pustakawan tidak hanya lihai dalam mengatalog, mengindeks, mengadakan bahan pustaka dan pekerjaan rutin lainnya, tetapi di era global ini pustakawan harus mempunyai nilai tambah sebagai navigator unggul dalam mencari informasi khususnya di dunia internet.

* Berwawasan Enterpreneurship
Pustakawan harus berpikir kewirausahaan (entrepreneurship) agar dalam perjalanan sejarahnya nanti dapat bertahan. Paradigma lama bahwa perpustakaan hanya pemberi jasa yang notabene tidak ada uang harus segera ditinggalkan. Pustakawan yang berwawasan bisnis, terutama di era otonomi, perpustakaan secara perlahan harus menjadi income generation unit.

* Team Work - Sinergi
Di dalam era global yang ditandai dengan maraknya internet dan membludaknya informasi, pustakawan seharusnya tidak lagi bekerja sendiri. Mereka harus membentuk team kerja dengan tenaga professional lainnya untuk bekerjasama mengelola informasi.
Dengan enam ketrampilan di atas diharapkan pustakawan akan terus berkembang menjalankan tugasnya seiring dengan perubahan jaman yang begitu cepat. Profesionalisme pustakawan akan lebih mendarah daging dan menjiwai setiap aktivitasnya.

PEMBAHASAN
Teknologi dalam hal ini TI bukan merupakan hal yang murah. Perpustakaan yang ingin mengimplementasikan TI dalam layanan dan aktifitasnya perlu merencanakannya secara matang. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak ada kesia-siaan dalam perencanaan dan pengembangan yang berakibat pula pada pemborosan waktu, tenaga, pikiran dan keuangan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam rangka penerapan TI pada perpustakaan, yakni:
1.Dukungan Top Manajemen / Lembaga Induk
2.Kesinambungan / Kontinuitas
3.Perawatan dan Pemeliharaan
4.Sumber Daya Manusia
5.Infrastruktur Lainnya seperti Listrik, Ruang/Gedung, Furniture, Interior Design, Jaringan Komputer, dsbnya.
6.Pengguna Perpustakaan seperti faktor kebutuhan, kenyamanan, pendidikan pengguna, kondisi pengguna, dll
Hal-hal tersebut diatas akan menentukan sejauh mana keberhasilan penerapan TI di perpustakaan dapat berjalan dengan baik.

Penerapan TI dalam bidang layanan perpustakaan ini dapat dilihat dari beberapa hal seperti uraian berikut :

- Layanan Sirkulasi
Penerapan TI dalam bidang layanan sirkulasi selain layanan peminjaman dan pengembalian, statistik pengguna, dan administrasi keanggotaan, dapat juga dilakukan layanan silang layan antar perpustakaan yang akan lebih mudah dilakukan apabila TI sudah menjadi bagian dari layanan sirkulasi ini. Seperti sudah dimungkinkannya adanya self-services dalam layanan sirkulasi melalui fasilitas barcoding dan RFID (Radio Frequency Identification). Termasuk mulai digunakannya SMS, Faksimili dan Internet, didalam layanan sehari-hari.

- Layanan Referensi & Hasil-hasil Penelitian
Penerapan TI dalam layanan ini dapat dilihat dari tersedianya akses untuk menelusuri sumber-sumber referensi elektronik / digital dan bahan pustaka lainnya melalui kamus elektronik, direktori elektronik, peta elektronik, hasil penelitian dalam bentuk digital, dan lain-lain.

- Layanan Periodikal
Pengguna layanan periodikal (jurnal, majalah, terbitan berkala lainnya) akan sangat terbantu apabila perpustakaan mampu menyediakan kemudahan dalam akses ke dalam jurnal-jurnal elektronik, baik itu yang diakses dari database lokal, global maupun yang tersedia dalam format CD. Bahkan silang layan dan layanan penelusuran informasipun bisa dimanfaatkan oleh pengguna dengan bantuan teknologi informasi seperti internet.

- Layanan Multimedia / Audio-Visual
Layanan multimedia / audio-visual atau yang lebih dikenal sebagai layanan “non book material” adalah layanan yang secara langsung bersentuhan dengan TI. Pada layanan ini pengguna dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam bentuk Kaset Video, Kaset Audio, MicroFilm, MicroFische, CD, Laser Disk, DVD, Home Movie, Home Theatre, dll. Layanan ini juga memungkinkan adanya media interaktif yang dapat dimanfaatkan pengguna untuk melakukan pembelajaran, dsbnya.

- Layanan Internet & Computer Station
Internet sebagai icon penting dalam TI, sudah tidak asing lagi dalam kehidupan semua orang. Untuk itu perpustakaanpun harus dapat memberikan layanan melalui media ini. Melalui media web perpustakaan memberikan informasi dan layanan kepada penggunanya. Selain itu perpustakaan juga dapat menyediakan akses internet baik menggunakan computer station maupun WIFI / Access Point yang dapat digunakan pengguna sebagai bagian dari layanan yang diberikan oleh perpustakaan. Pustakawan dan perpustakaan juga bisa menggunakan fasiltas web-conferencing untuk memberikan layanan secara online kepada pengguna perpustakaan. Web-Conferencing ini dapat juga dimanfaatkan oleh bagian layanan informasi dan referensi. OPAC atau Online Catalog merupakan bagian penting dalam sebuah perpustakaan, untuk itu perpustakaan perlu menyediakan akses yang lebih luas baik itu melalui jaringan lokal, intranet maupun internet.

- Keamanan
Teknologi informasi juga dapat digunakan sebagai alat untuk memberikan kenyamanan dan keamanan dalam perpustakaan. Melalui fasilitas semacam gate keeper, security gate, CCTV dan lain sebagainya, perpustakaan dapat meningkatkan keamanan dalam perpustakaan dari tangan-tangan jahil yang tidak asing sering terjadi dimanapun.

- Pengadaan
Bagian Pengadaan juga sangat terbantu dengan adanya teknologi informasi ini. Selain dapat menggunakan TI dan internet untuk melakukan penelusuran koleksi-koleksi perpustakaan yang dibutuhkan, bagian ini juga dapat memanfaatkannya untuk menampung berbagai ide dan usulan kebutuhan perpustakaan oleh pengguna. Kerjasama pengadaan dengan berbagai pihak juga menjadi lebih mudah dilakukan dengan adanya TI ini.
Implementasi TI dalam layanan perpustakaan dari waktu ke waktu akan terus berkembang seiring makin kompleksnya keperluan automasi perpustakaan maupun penyediaan media / bahan pustaka yang berbasis TI.

PENUTUP
Perkembangan ilmu pengetahuan dan dan teknologi (Iptek) yang didukung oleh teknologi yang berbasis komputer dan komunikasi berdampak pada terjadinya ledakan informasi (information explosion). Penguasaan Iptek terkait erat dengan penguasaan TI. Kebutuhan terhadap informasi yang beragam, cepat dan tepat menuntut penggunaan TI. Tidak terkecuali perpustakaan sebagai tempat pengumpulan, pengelolaan, dan pelestarian segala macam bentuk informasi. Peran perpustakaan dan pustakawan sebagai pekerja informasi telah bergeser dari peran konvensional berubah ke peran yang lebih moderen. Peran yang menuntut mereka harus mampu bekerja secara lebih profesional, yaitu mampu untuk seangkah lebih maju dari pengguna perpustakaan (users).
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa perkembangan informasi yang disertai dengan layanan perpustakaan berbasis TI dapat diterapkan di semua bagian perpustakaan. Hal tersebut tergantung pada bagaimana dan apa kebutuhan pengguna dan juga perpustakaan. Proses pengembangan perpustakaan berbasis TI ini harus memperhatikan kepentingan pengguna dan juga kepentingan institusi/organisasi induk yang menaunginya. Termasuk didalamnya faktor kemampuan finansial dari perpustakaan/lembaga induk untuk menerapkan TI dalam layanan perpustakaan ini. Karena TI sebagai sesuatu yang cukup “mahal” merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan lagi.
Demikian juga dengan pustakawan sebagai tenaga pengelola perpustakaan yang senantiasa harus siap menghadapi tantangan perkembangan informasi dan teknologi yang mengiringinya. Dengan sikap dan peran yang terbuka, kreatif, inovatif dan menyukai tantangan, insyaallah terwujud hubungan yang manis antara pustakawan, informasi dan teknologi informasi.


DAFTAR PUSTAKA

1.Hermawan S., Rachman dan Zen, Zulfikar. Etika Kepustakawanan: Suatu
Pendekatan Terhadap Kode Etik Pustakawan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto, 2006
2.Qalyubi, Syihabuddin, dkk. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan Dan Informasi.
Yogyakarta: Jurusan IPI F.Adab UIN Suka, 2003
3.Rice, James. Teaching Library Use: A Guide For Library Instruction. London:
Greenwood Press, 1981.
4.Sulistyo, Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1993
5.Muin, A. Indonesia di Era Dunia Maya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000
6.Surachman, Arif. Layanan Perpustakaan Berbasis Tekmologi Informasi. http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=60# diakses pada Selasa 14 Oktober 2008 pukul 10.15 WIB
7.http://eprints.rclis.org/archive/00008595/01/prof-profesi.pdf diakses pada Rabu 15 Oktober 2008 pukul 11.35 WIB.
8.Wijoyo, Widodo H. Pendidikan Pengguna di Perpustakaan Perguruan Tinggi:
Prediksi Tentang Kendala Pelaksanaannya. http://widodo.staff.uns.ac.id/2008/12/15/ pendidikan-pengguna-di-perpustakaan-perguruan-tinggi-prediksi-tentang-kendala-pelaksanaannya/ diakses pada Rabu 31 Desember 2008 pukul 10.15 WIB

Rabu, 24 Maret 2010

BUKU KERJA PENGGUNAAN DDC EDISI 22 (Tugas Akhir Mata Kuliah Dasar-Dasar Klasifikasi)

A. PENDAHULUAN

1. Katalogisasi Subyek
Katalogisasi atau pengatalogan adalah proses pembuatan katalog dimana dalam katalog dicantumkan data penting yang terkandung dalam bahan pustaka, baik ciri fisik maupun isi intelektual, seperti nama pengarang, judul buku, penerbit dan subyek.  Jadi katalogisasi adalah proses pengambilan keputusan yang menuntut kemampuan menginterpretasikan dan menerapkan berbagai standar sehingga hal-hal penting dari bahan pustaka terekam menjadi katalog.
Tujuan katalogisasi adalah merupakan sarana yang efisien membantu pengguna perpustakaan dalam memperoleh dokumen.  Menurut Cutter (1876) tujuan katalog adalah sebagai berikut:
1.Memungkinkan seseorang menemukan sebuah informasi/buku yang diinginkan melalui katalog yang dibuat berdasarkan berdasarkan pengarang, judul atau subyek tertentu.
2.Menunjukan informasi/buku yang dimiliki oleh perpustakaan dengan melalui katalog pengarang atau subyek tertentu, dan dalam jenis literatur tertentu.
3.Membantu petugas dalam pemilihan informasi/buku berdasarkan edisi dan karakter dari informasi/buku tersebut.

Jadi untuk melakukan kegiatan katalogisasi dan klasifikasi secara baik dan benar, maka beberapa tip berikut dapat diikuti :
>Mengikuti kaidah klasifikasi yang sudah ada sebagai acuan
>Mengembangkan sendiri sesuai dengan keadaan pada masing-masing perpustakaan
>Jangan takut untuk berkreasi dan berinovasi

2. Analisis Subyek
Sebelum melakukan proses kegiatan klasifikasi, terlebih dahulu kita akan melakukan "analisis subyek” sebagai kegiatan utama yang tidak kalah penting dengan kegiatan mengklasifikasi itu sendiri. Kegiatan analisis subyek ini merupakan kegiatan yang sangat penting dan memerlukan kemampuan intelektual, karena di kegiatan inilah ditentukan subyek apa, dan akan diletakkan dimana suatu dokumen/bahan pustaka tersebut nantinya. Oleh karena itu, analisis ini harus dikerjakan secara cepat, cermat dan konsisten.
Dalam menentukan isi bahan pustaka, pustakawan harus mengetahui tentang apa dokumen/bahan pustaka itu. Setidak-tidaknya seorang pustakawan harus mengetahui hal itu secara umum. Dalam aktivitasnya pustakawan berurusan dengan dunia pengetahuan (universe of knowledge). Meskipun demikian, seorang pustakawan tidak harus seorang pakar (expert) atau ahli dalam suatu bidang pengetahuan. Namun, yang perlu dimiliki oleh seorang pustakawan adalah pengetahuan mengenai sifat, struktur, dan hubungan yang terdapat di antara bidang-bidang pengetahuan satu dengan yang lain.
Untuk melaksanakan kegiatan analisis subyek ini ada dua hal yang perlu diketahui atau dipahami, yaitu tentang "jenis konsep" dan "jenis subyek". Dengan mengenali dua hal tersebut, pustakawan akan sangat terbantu sekali dalam kegiatan menetapkan subyek yang tepat dari suatu dokumen/bahan pustaka tersebut.

2.1. Jenis Konsep
Dalam suatu dokumen/bahan pustaka dapat dibedakan tiga jenis konsep, yaitu disiplin ilmu, fenomena dan bentuk penyajian suatu dokumen/bahan pustaka.

2.1.1 Disiplin Ilmu, yaitu istilah yang digunakan untuk satu bidang atau cabang ilmu pengetahuan. Misalnya hukum, sosiologi, filsafat adalah disiplin-disiplin yang merupakan bidang atau cabang pengetahuan. Disiplin ilmu dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
a) Disiplin fundamental, meliputi bagian-bagian utama dari ilmu pengetahuan. Para ahli berbeda pendapat dalam menetapkan disiplin fundamental ini. Namun demikian, ada tiga kelompok disiplin fundamental yang diakui dewasa ini oleh banyak ahli, yaitu Ilmu Sosial, Ilmu Alamiah, dan Ilmu Kemanusiaan
b) Subdisiplin, merupakan bidang spesialisasi dalam satu disiplin fundamental. Misalnya biologi, kimia, fisika adalah subdisiplin dari disiplin fundamental ilmu-ilmu alamiah.

2.1.2 Fenomena, yaitu "benda" atau "wujud" yang dikaji dalam suatu disiplin ilmu. Misalnya Psikologi Remaja, terdapat dua konsep yaitu "Psikologi" dan "Remaja". ”Psikologi" merupakan konsep disiplin ilmu, sedangkan "Remaja" adalah fenomena yang menjadi obyek kajian disiplin tersebut. Obyek atau sasaran yang menjadi fenomena dapat dibedakan menjadi dua, yaitu obyek konkrit (misal: remaja, padi, kendaraan) dan obyek abstrak (misal hukum, moral, cinta)

2.1.3. Bentuk, adalah cara bagaimana suatu subyek disajikan dalam suatu dokumen/bahan pustaka. Konsep bentuk dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a. Bentuk fisik, yakni medium atau sarana yang digunakan dalam menyajikan suatu subyek, misalnya dalam bentuk buku, majalah, kaset, CD-ROM, disket dan sebagainya. Bentuk fisik tidak mempengaruhi isi bahan pustaka.
b. Bentuk penyajian, yaitu menunjukkan pengaturan atau organisasi isi bahan pustaka. Bentuk penyajian ini meliputi :
>Yang menggunakan lambang-lambang dalam penyajiannya, seperti bahasa (dalam bahasa Jawa, Arab dsb.), gambar (peta, karikatur dsb.)
>Yang memperlihatkan tata susunan tertentu, misalnya abjad, kronologis dan sebagainya
>Yang penyajiannya untuk kelompok tertentu. Misalnya Bahasa Arab untukPemula, Internet untuk Pustakawan dan sebagainya. Kedua bahan pustaka tersebut adalah mengenai "Bahasa Arab" dan "Internet" bukan tentang "Pemula" dan "Pustakawan".
c. Bentuk intelektual, yaitu aspek yang ditekankan dalam pembahasan suatu subyek. Misalnya Filsafat Sejarah. Di sini yang menjadi subyek adalah "Sejarah", sedangkan "Filsafat" adalah bentuk intelektualnya. Sebaliknya Sejarah Filsafat, yang menjadi subyek adalah "Filsafat", sedang "Sejarah" adalah bentuk penyajian intelektualnya.

2.2 Jenis Subyek
Dalam kegiatan analisis subyek, ada bermacam-macam jenis subyek suatu dokumen/ bahan pustaka, yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Subyek dasar, yaitu subyek yang hanya terdiri atas satu disiplin atau sub disiplin ilmu saja. Misalnya: Pengantar Ilmu Hukum, yang menjadi subyek dasarnya adalah "Hukum".
b. Subyek sederhana, yaitu subyek yang hanya terdiri atas satu faset yang berasal dari satu subyek dasar. Misalnya: Agama di Indonesia, terdiri atas subyek dasar "Agama" dan faset tempat "Indonesia". (Faset ialah sekelompok fenomena yang dikaji oleh disiplin ilmu tertentu dan memiliki satu ciri bersama. Tiap bidang ilmu mempunyai faset-faset yang khas, dan anggota dari satu faset disebut fokus. Sebagai contoh: Dalam ilmu pendidikan dikenal adanya sekolah dasar, sekolah menengah, dan perguruan tinggi, ini semua merupakan anggota dari faset lembaga pendidikan).
c. Subyek majemuk, ialah subyek yang terdiri atas subyek dasar disertai fokus-fokus dari dua faset atau lebih. Misalnya: Hukum Perkawinan di Indonesia, di sini ada satu subyek dasar, yaitu "Hukum" dan dua faset, yaitu "Hukum Perkawinan" (faset jenis) dan "Indonesia (faset tempat).
d. Subyek kompleks, yaitu bila ada dua atau lebih subyek dasar yang berinteraksi antara satu sama lain. Misalnya: Pengaruh Filsafat terhadap Ilmu Kalam, di sini terdapat dua subyek dasar, yaitu "Filsafat" dan "Ilmu Kalam". Untuk menentukan subyek yang mana yang akan diutamakan dalam subyek kompleks ini perlu diketahui hubungan interaksi antara subyek tersebut, yang disebut dengan istilah fase.

Dalam subyek kompleks terdapat empat fase yaitu:
a. Fase bias, yaitu suatu subyek yang disajikan untuk kelompok tertentu. Dalam hal ini subyek yang diutamakan adalah subyek yang disajikan. Misalnya: Komputer untuk perpustakaan, subyek yang diutamakan adalah "Komputer".
b. Fase pengaruh, yaitu bila dua atau lebih subyek dasar saling mempengaruhi antara satu sama lain. Dalam hal ini subyek yang diutamakan adalah subyek yang dipengaruhi. Misalnya: Pengaruh Krisis Ekonomi terhadap Perceraian, di sini subyek yang diutamakan adalah "Perceraian".
c. Fase alat, yaitu subyek yang digunakan sebagai alat untuk menjelaskan atau membahas subyek lain. Dalam hal ini subyek yang diutamakan adalah subyek yang dibahas atau dijelaskan. Misalnya: Penggunaan Analisis Statistik terhadap Keberhasilan Program KB di Indonesia, di sini yang diutamakan adalah “KB".
d. Fase perbandingan, yaitu dalam satu bahan pustaka terdapat berbagai subyek tanpa ada hubungannya antara satu dengan yang lain.

2.3 Langkah-Langkah Praktis Analisis Subyek
Untuk mengetahui subyek suatu bahan pustaka dengan analisis subyek dapat mengikuti langkah-langkah praktis berikut:
1.Melalui Judul, seringkali dengan melihat, mempelajari dan memahami judulnya saja suatu bahan pustaka sudah dapat ditentukan subyeknya. Cara ini biasanya dapat diterapkan pada buku-buku ilmiah atau buku-buku teks.
2.Melalui daftar isi, apabila melalui judul belum dapat diketahui subyeknya, maka adakalanya dengan melihat daftar isi subyek bahan pustaka tersebut dapat diketahui.
3.Melalui daftar bahan pustaka atau bibliografi yanng digunakan oleh pengarang untuk menyusun karya tersebut.
4.Dengan membaca kata pengantar atau pendahuluan. Kadang-kadang dalam pengantar atau pendahuluan, pengarang menyebutkan inti atau topik yang akan dibahas dan ruang lingkupnya.
5.Apabila melalui langkah-langkah di atas masih belum dapat membantu menetapkan subyek bahan pustaka, maka hendaklah dengan membaca sebagian atau keseluruhan dari isi karya tersebut.
6.Menggunakan sumber lain, seperti: Bibliografi, katalog, kamus, biografi, ensiklopedi, tinjauan buku dan sebagainya.
7.Seandainya setelah melalui cara-cara di atas masih belum juga dapat membantu menentukan subyek bahan pustaka, hendaknya menanyakan kepada orang yang ahli di bidang subyek tersebut (subject specialist).

3. Langkah-Langkah Praktis Pra-Penggunaan DDC 22
Untuk dapat memakai DDC dengan baik, diperlukan ketelitian, ketekunan dan latihan. Mempelajari dan memahami pola umum sistem kerja DDC harus dilakukan sebelum memulai kegiatan klasifikasi dengan menggunakan DDC. Berikut beberapa langkah praktis dalam menggunakan DDC.

Prinsip desimal
DDC membagi ilmu pengetahuan ke dalam 10 kelas utama, masing-masing kelas utama dibagi kedalam 10 bagian yang disebut dengan divisi. Tiap-tiap divisi dibagi lagi menjadi 10 bagian lagi yang disebut seksi.

Prinsip Umum ke khusus
DDC membagi ilmu pengetahuan dari subyek umum ke subyek khusus.
Misalnya :
AGAMA
Kelas utama 200
Divisi pertama 201 – 209 karya-karya agama secara umum yang meliputi filsafat, kamus, organisasi dan sejarah agama pada umumnya
Divisi kedua 210 – 219 agama lain
Divisi ketiga 290 – 299 Agama-agama lain selain agama Nasrani

Prinsip Disiplin Ilmu
Sistem DDC didasarkan pada disiplin atau cabang ilmu pengetahuan tertentu. Bidang atau disiplin ilmu pengetahuan dapat dibahas atau didekati dari berbagai aspek.
Misalnya :
AGAMA
Bangunan keagamaan 727
Pendidikan agama dan moral 649.7
Biografi alim ulama 922

Prinsip hierarkhi
Sistem DDC mengikuti pola hubungan dalam notasi, antar disiplin ilmu dan antar subyek. Hubungan antar notasi diartikan bahwa perincian subyek lebih lanjut dilakukan dengan penambahan satu bilangan pada notasi pokok.
Misalnya :
300 Ilmu sosial
340 Ilmu hukum
341 Hukum internasional
341.1 Sumber hukum internasional
341.2 Masyarakat dunia
341.3 Hubungan antar negara

Mnemonik
Dalam DDC sering kali terdapat angka konsisten yang acapkali digunakan untuk membentuk subjek. Angka tersebut mencerminkan subjek yang sama, misalnya Italia memperoleh angka 5 ( namun angka 5 tidak selalu pada Italia). Sistem enumertif merupakan sistem yang mendaftar topik atau bahasan yang ada sementara sistem sintesis analisis merupakan sistem yang mampu mensintesiskan berbagai pokok atau bahasan secara analisis. Gawai untuk keperluan mengingat, mengenali, serta mengembangkan sistem analisis inilah yang disebut dengan mnemonics.

B. DDC (DEWEY DECIMAL CLASSIFICATION)
1.Bagan Utama
Dewey membagi berbagai disiplin pengetahuan yang ada ke dalam sepuluh kelas utama (main class), dengan satu “Generalities”. Ke-sepuluh kelas utama tersebut adalah:
000 Ilmu komputer, informasi umum
100 Filsafat & psikologi
200 Agama
300 Ilmu Sosial
400 Bahasa
500 Sains
600 Teknologi
700 Seni & rekreasi
800 Sastra
900 Sejarah & geografi

Selanjutnya, kelas-kelas utama tersebut dibagi lagi ke dalam sepuluh divisi, yang masing-masing divisi dibagi lagi ke dalam sepuluh section.

000 Ilmu Komputer, informasi umum
010 Bibliographies
020 Perpustakaan & ilmu informasi
030 Encyclopedias & buku fakta
040 [Unassigned]
050 Majalah, jurnal & SERIALS
060 Asosiasi, organisasi & museum
070 Berita media, jurnalistik & penerbitan
080 Kutipan
090 Mushaf & buku langka

100 Filsafat & psikologi
110 Metafisika
120 Epistemology
130 Parapsikologi & okultisme
140 Sekolah pemikiran
150 Psikologi
160 Logic
170 Kode Etik
180 Purba, abad timur & filosofi
190 Filsafat barat modern

200 Agama
210 Filsafat & teori agama
220 Alkitab
230 Kekristenan & teologi Kristen
240 Praktek & pemeliharaan Kristen
250 Praktik kehidupan Kristen & agama pesanan
260 Organisasi Kristen, pekerjaan sosial & ibadah
270 Sejarah Kekristenan
280 Christian denominations
290 Agama lain-lain

300 ilmu sosial, sosiologi & antropologi
310 Statistik
320 Ilmu politik
330 Ekonomi
340 Hukum
350 Umum & administrasi militer ilmu
360 Sosial & masalah pelayanan sosial
370 Pendidikan
380 Niaga, komunikasi & transportasi
390 Bea Cukai, etiket & cerita rakyat

400 Bahasa
410 Linguistik
420 Bahasa Inggris & bahasa Inggris Lama
430 Bahasa Jerman & terkait
440 Bahasa Prancis & terkait
450 Italia, Rumania & bahasa terkait
460 Bahasa Spanyol & Portugis
470 Bahasa Latin & Miring
480 bahasa Yunani klasik & modern
490 Bahasa Lain-lain

500 Ilmu-ilmu Terapan
510 Matematika
520 Astronomi
530 Fisika
540 Kimia
550 Bumi & ilmu geologi
560 Orangtua & prasejarah kehidupan
570 Life sciences; biologi
580 Tanaman (Botani)
590 Animals (Hewan)

600 Teknologi
610 Kesehatan & Pengobatan
620 Rekayasa
630 Pertanian
640 Manajemen Rumah & keluarga
650 Management & public relations
660 Chemical engineering
670 Manufaktur
680 Industri spesifik
690 Bangunan & konstruksi

700 Seni
710 Landscaping & perencanaan wilayah
720 Arsitektur
730 Sculpture, keramik & Logam
740 Pendapat & seni dekoratif
750 Lukisan
760 Grafika seni
770 komputer Fotografi & seni
780 Musik
790 Olahraga, permainan & hiburan

800 Literatur, retorika & kritik
810 American literatur dalam bahasa Inggris
820 Bahasa Inggris Lama & sastra
830 Sastra Jerman & terkait
840 Sastra Prancis & terkait
850 Sastra Italia, Rumania & terkait
860 Sastra Spanyol & Portugis
870 Latin & Miring sastra
880 Sastra Yunani klasik & modern
890 Sastra lain-lain

900 Sejarah
910 Geografi & travel
920 Biografi & silsilah
930 Sejarah kuno dunia (ke ca.499)
940 Sejarah Eropa
950 Sejarah Asia
960 Sejarah Afrika
970 Sejarah Amerika Utara
980 Sejarah Amerika Selatan
990 Sejarah daerah lain

Selanjutnya susunan hirarkhi secara terperinci dari salah satu subyek (klas utama) adalah sebagai berikut:
400 Bahasa
410 Linguistik
411 Menulis sistem
412 Etimologi
413 Kamus
Dan seterusnya.

2.Indeks Relatif
Untuk membantu mencari notasi suatu subyek dalam suatu dokumen, dalam DDC terdapat daftar dari banyak istilah yang disebut dengan "indeks relatif". Di dalam indeks relatif ini terdaftar sejumlah istilah yang disusun menurut abjad, yang mengacu ke notasi yang ada dalam bagan. Di dalam indeks relatif ini didaftar terdapat juga sinonim untuk suatu istilah serta hubungan-hubungan dengan subyek lain.
Misalnya :
Hewan
Anatomi 591.4
Cerita tentang 800
Kedokteran 636.089
Menggambar 743.6
Pertunjukan 791.8

Meskipun dalam DDC dilengkapi dengan indeks relatif, proses klasifikasi tidak boleh langsung memberikan nomor/notasi pada suatu koleksi dengan angka yang diperoleh melalui indeks relatif. Tetapi harus dicek dan dicocokkan dahulu dengan nomor/notasi yang ada di bagan utama DDC.



3.Tabel-Tabel
3.1 Tabel 1 Standar Subdivisi
Notasi dalam Tabe 1 tidak pernah digunakan secara tersendiri, tetapi dapat digunakan dengan setiap notasi di bagan utama .Dalam Tabel 1 pembagian notasi menggunakan 0, 00 atau 000 disesuaikan denganinstruksi yang ada.
Ringkasan notasi Tabel 1 adalah :
-01 Filsafat dan Teori
-02 Aneka Ragam
-03 Kamus, Ensiklopedi, Konkordans
-04 Topik-Topik Khusus
-05 Penerbitan Berseri
-06 Organisasi dan Manajemen
-07 Pendidikan, Penelitian, dan Topik-topik Berkaitan
-08 Sejarah dan Diskripsi Berkenaan Jenis-jenis Orang
-09 Pengeloaan Historis, Geografis, Perorangan

Beberapa prinsip penggunaan Tabel 1 adalah sebagai berikut
Jika notasi sudah tercetak dalam bagan, maka Tabel 1 bisa langsung ditambahkan
Contoh :
A Diretory of Mineralogist

549 Mineralogy
-025 (T1) Directories of persons and organizations
==> 549 + -025 (T1)
549.025

Jika notasi sudah tercetak, maka menggunakan 0
Contoh :
The Quarterly Journal of Technology

600 Technology (Applied Science)
-05 (T1) Serial Publications
==> 600 + -05 (T1)
6 + -05
605

Jika dalam notasi sudah tercetak 0, maka menggunakan 00
Contoh :
Current Methods Used in Adult Education Research

374 Adult Education
-072 (T1) Research
==> 374 + -072 (T1)
374.0072 (bukan 374.072)

Jika dalam notasi sudah tercetak 00, maka menggunakan 000
Contoh :
* Outline of Eastern European History

947 Eastern Europe. Union of Soviet Socialist Republics (Soviet Union)
-0202 Synopses and outline
==> 947 + -0202 (T1)
947.000202 (bukan 947.0202)

* Kamus Hukum

340 Ilmu Hukum
-03 (T1) Kamus, ensiklopedi, konkordans

==> 340 + -03 (T1)
340.003 (bukan 340.03)

3.2 Tabel 2 Wilayah
Pemakaian notasi dalam Tabel 2 digunakan bersama dengan notasi yang ada di bagan utama, dengan melalui notasi -09 dari Sub divisi standard.
Ringkasan dari Tabel 2 :
-1 Wilayah Geografi, Periode Sejarah, Orang
-2 Manusia (Orang)
-3 Dunia Kuno
-4 Eropa, Eropa Barat
-5 Asia, Timur Jauh
-6 Afrika
-7 Amerika Utara
-8 Amerika Selatan
-9 Bagian lain dunia dan dunia extraterestrial, Oceania

Beberapa prinsip penggunaan Tabel 2 adalah sebagai berikut :
Notasi Subyek Dasar + T2 (secara langsung)
Contoh:
Patriotic Societies of France

369.2Hereditary, Military, Patriotic Societies
-44 (T2) France and Monaco
==> 369.2 + -44 (T2)
369.244

Notasi Subyek Dasar + -09 (T1) + T2
Contoh :
A History of Mining in 19th Century Colorado

622 Mining and Related Operations
-09 (T1) Historical, Geographical person treatment
-788 (T2) Colorado
-09034 (T1) 19th century, 1800-1899
==> 622 + -09 (T1) + -788 (T2) + -09034 (T1)
622.0978809034

Notasi 9 + T2 (Untuk subyek sejarah)
Contoh :
The History of Pawtucket, Rhode Island

900 Geography, history and auxiliary disciplines
-7451 (T2) Providence County
==> 900 + -7451 (T2)
9 + -7451
974.51

Notasi 91 + T2 (Untuk subyek Geografi)
Contoh :
Geography of Martha's Vineyard, Massachusetts

910 Geography and Travel
-74494 Dukes County
==> 910 + -74494 (T2)
91 + -74494
917.4494

3.3 Tabel 3 Subdivisi Sastra
Dalam klas sastra atau notasi 800 an dikenal dengan bentuk penyajian khusus yang disebut dengan Sub Divisi Masing-Masing Sastra.
T3 ini dibagi dibagi ke dalam 3 sub tabel, yaitu Tabel 3A, Tabel 3B dan Tabel 3C
* Tabel 3A, digunakan untuk sub divisi bagi karya yang disusun oleh atau tentang pengarang individu
* Tabel 3B, digunakan untuk sub divisi bagi karya yang dibuat oleh atau tentang pengarang lebih dari satu
* Tabel 3C, notasinya ditambahkan sesuai dengan instruksi yang ada pada T3B, notasi 700.4, notasi 791.4 dan notasi 808 – 809

Bentuk-bentuk tabel sastra diantaranya adalah
-1 Puisi
-2 Drama
-3 Fiksi
-4 Esei
-5 Pidato
-6 Surat/Abjad
-7 Humor & Satire (Sindiran)
Tidak digunakan dalam Tabel 3A (tidak digunakan untuk karya pengarang individu)
-8 Karya Sastra Kumpulan

Notasi dasar sastra untuk klas yang diakhiri dengan 0 adalah angka sebelum 0 (angka 0 dihilangkan)
Contoh :
Sastra Inggris 82 bukan 820

Cara Penggunaan Tabel 3
Notasi sudah terdaftar dalam bagan tetapi belum lengkap
Contoh :
* French Drama 842

840 French
-2 (T3) Drama
==> 840 + -2 (T3)
84 + -2
842

* An Antology of English Fantasy

820 Antology in English
-08 (T3B) Collections of Literary texts in more than one form
-015 (T3C) Symbolism, allegory, fantasy, myth
==> 820 + -08 (T3B) + -015 (T3C)
82 + -08 + -15
820.8015

Notasi tidak terdaftar dalam bagan
Contoh :
* French Drama for Radio and TV

==> 840 + -202 (T3)
84 + -202
842.02


* Deutch Literature

830 Deutch
-9312 (T3)
==> 830 + 9312 (T3)
83 + 9312
839.312

3.4 Tabel 4 Subdivisi Bahasa
Penggunaan aturan pemakaian Tabel 4 adalah sama dengan Tabel 3, yaitu notasi dasar bahasa untuk klas yang diakhiri dengan 0 adalah angka sebelum 0 (angka 0 tidak digunakan/dihilangkan)
Ringkasan dari Tabel 4 adalah :
-1 Sistem penulisan, fonologi, fonetik dari bentuk standar bahasa
-2 Etimologi standar bentuk bahasa
-3 Kamus standar bentuk bahasa
-5 Grammar Standar bentuk bahasa
-7 Variasi Sejarah dan Geografi, variasi nongeografi modern
-8 Standar penggunaan bahasa (linguistic perspektif) penggunaan linguistic

Contoh :
Language Today (A Canadian English Language Periodical)

420 English and Old English (Anglo-Saxon)
-05 (T1) Seral Publications
==> 420 + -05 (T1)
42 + -05
420.5

Cara penggunaan Tabel 4
Penggunaan Tabel 4 adalah sama dengan penggunaan Tabel 3 yaitu :
Notasi sudah terdaftar dalam bagan tetapi belum lengkap
Contoh :
Tata Bahasa Indonesia
==> 499.221 + -5 (T4)
499.221 5

Notasi tidak/belum terdaftar dalam bagan
Contoh :
The Definitive French Dictionary

440 Romamce Language French
-3 (T4) .3 Dictionaries of the standard form of the language
==> 440.3

Penggunaan Kans untuk meklasifikasi koleksi kamus
Kamus Satu Bahasa
Contoh :
Kamus Tata Bahasa Indonesia

499.221 Tata bahasa Indonesia
-03 (T1) Kamus
==> 499.221 + -03 (T1)
499.221 03

Kamus Dua Bahasa
Pedoman dalam mengklasifikasi kamus 2 bahasa adalah
Bahasa yang Kurang Dikenal diambil dari bagan + -3(T4)+ Bahasa yang lebih dikenal diambil dari T6
Contoh :
Kamus Inggris Indonesia
Di Negara Indonesia, kamus tersebut memiliki nomor klasifikasi sebagai berikut :

==> 420 + -3 (T4) + 992 21 (T6)
42 + -3 + 992 21
423.992 21

Di Inggris, dengan judul yang sama, klasifikasi tersebut menjadi berbeda, yaitu:

==> 499 221 + -3 (T4) + -21 (T6)
499.221 321

Kamus Lebih dari 2 bahasa (Poliglot)
Untuk jenis kamus polyglot, menggunakan nomor 413.
Contoh :
A dictionary with terms in English, French, and German, but with definitions only in English 413.21

413 Polyglot
-21 (T2) English
==> 413 + -21 (T2)
413.21


3.5 Tabel 5 Ras Etnik dan Kebangsaan
Tabel 5 tidak pernah digunakan secara tersendiri, tetapi digunakan dengan menambahkan notasi dari Tabel 5 secara langsung ke notasi di bagan (selama ada perintah) atau menambahkan -89 dari Tabel 1 dan notasi dari Tabel 5.
Ringkasan Tabel 5 adalah :
-1 Amerika Utara
-2 Bangsa Inggris, Anglo saxon
-3 Bangsa Jerman
-4 Bangsa Latin Modern.
-5 Bangsa Italia, Rumania dan sejanis
-6 Bangsa Spanyol dan Portugis
-7 Bangsa Italia yang lain
-8 Bangsa Yunani dan sejenisnya
-9 Kelompok ras, Etnik, dan Nasional yang lainnya
Contoh :
* History of the Burmese in New Zealand

993 New Zealand
993.004 Racial, ethnic, national groups
-958 (T5) Buemese
==> 993.004 + -958 (T5)
993.004958

* Seni Melipat Kertas Khas Jepang

736.982 Origami
-956 (T5) Japanese
==> 736.982 + -956 (T5)
736.982956

* World History of the Irish People

909 World History
909.04 History with respect to racial, ethnic, national groups
-9162 (T5) Irish
==> 909.04 + -9162 (T5)
909.049162

3.6 Tabel 6 Bahasa
Tabel 6 adalah tabel "Bahasa," yaitu tabel yang digunakan untuk menunjukkan bahasa tertentu. Ringkasan dari Tabel 6 adalah;
-1 Bahasa Indo-Eropa
-2 Bahasa Inggris dan Inggris Kuno (Anglo Saxon)
-3 Bahasa Jerman
-4 Bahasa Roman
-5 Bahasa Italia, Sardinian, Dalmatian, Romania, Rhaeto-Romanic
-6 Bahasa Spanyol dan Portugis
-7 Bahasa Italic
-8 Bahasa Hellenic
-9 Bahasa Lainnnya

Contoh :
* A Modern Version of the Bible in Japanese

220 Bible
220.5 Modern Versions and Translations
-956 (T6) Japanese
==> 220.5 + -956 (T6)
220.5956

* Pengajaran Bahasa Inggris di Indonesia

419.071 Pengajaran
-2 (T6) Bahasa Inggris
-09 (T1) Pengolahan historis, geografis, perorangan
-588 (T2) Indonesia
==> 419.0712 + -2 (T6) + -09 (T1) + -588 (T2)
419.07109588

* Terjemahan Al-Qur’an dalam Bahasa Cina

297.1225 Terjemahan Al Quran
-951 (T6) Cina
==> 297.1225 + -951 (T6)
297.107598


4.Prinsip-prinsip Tambahkan pada (Add to base number ....)
Cara kerja prinsip ini adalah dengan menambahkan nomor yang ada dalam bagan sesuai dengan perintah yang terdapat dalam bagan tersebut. Untuk menambahkan secara langsung notasi yang ada pada Tabel 2 ke notasi subyek dasar (SD), harus ada instruksi “Add to base number…”
Prinsip-prinsip yang harus diingat dalam instruksi “Tambahkan pada (Add to base number…)” adalah:

Bagan + Bagan
Contoh :
* The manufacture of equipment for basketball

688.76 Equipment for outdoor sports and games
Add to base number 688.76 the numbers following 796 in 796.1-796.9, e.g., tennis rackets 688.76342 ; however, for skates, skateboards, skis, see 685.36; for camping equipment, see 685.53 For equipment for equestrian sports and animal racing, see 688.78; for equipment for fishing, hunting, shooting, see 688.79
-232 Basketball
==> 688.76 + -76
688.76232

Bagan + Tabel
Contoh :
* Kondisi dan Situasi Ekonomi di Indonesia

338.09 Kondisi dan Situasi Ekonomi
(Class here existing and potential resources for production, industrial conditions and situation, industrial surveys, location of industry. Add to base number 338.09 notation T2--001-T2--9 from Table 2, e.g., industrial surveys of Canada 338.0971)
-598 (T2) Indonesia
==> 338.09 + -598 (T2)
338.09598

* Peta Indonesia

912 Peta
Add to base number 912 notation T2--3-T2--9 from Table 2, e.g., maps of Du Page County, Illinois 912.77324
-598 (T2) Indonesia
==> 912 + -598 (T2)
912.598

Tabel + Tabel
Contoh :
* Prospecting for Gold in Colorado

622.1841Gold prospecting
Add to base number 622.18 the numbers following 553 in 553.2-553.9, e.g., prospecting for petroleum 622.1828 ; however, for prospecting for water, see 628.11
Standard subdivisions are added for specific materials even if only one type of prospecting is used, e.g., seismic exploration for petroleum inTexas 622.182809764
-09 (T1) Historical, geographical, person treatment
-788 (T2) Colorado
==> 622.1841 + -09 (T1) + -788 (T2)
622.184109788

C. PENUTUP
Dalam DDC, pengetahuan dibagi menjadi 9 kelas utama yaitu Filsafat, Teologi, Sosiologi (kemudian Ilmu-Ilmu sosial),Flologi, Ilmu Alam, Useful arts, kesenian(Fine arts), sastra, dan sejarah. Beberapa diantaranya kini tidak dianggap lagi sebagai disiplin.Kini lebih di anggap sebagai bidang kajian dengan masing-masing bidang mencakup beberapa disiplin akademis.Pada universitas modern, bidang semacam Filsafat, bahasa, kesenian, dan sastra di kelompokkan dalam kelompokkan Humaniora, sejajar dengan bidang kajian lain seperti Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu-Ilmu Alam. Ilmu-Ilmu Sosial terdiri dari beberapa disiplin.
Dari penjelasan diatas maka didapatkan beberapa kesimpulan yang mengacu pada kelebihan dan kelemahan DDC. Beberapa kelebuhan DDC adalah
1.DDCmerupakan sistem yang peraktis dan merupakan bagain klasifikasi yang paling banyak digunakan didunia,termasuk indonesia.
2.DDC menggunakan lokasi relatif untuk pertama kalinya
3.Revisi berkala dengan interval teratur menjamin kemutakhiran bagan klasifikasi Dewey.
4.Notasi murni dengan angka arab dikenal dengan universal.
5.Urutan numerik kasak mata memudahkan penjajaran dan penempatan buku di rak.
6.Sifat hirarkis notasi DDC mencerminkan hubungan antara nomor kelas.
7.Penggunaan notasi desimal memungkinkan perluasan dan pembagian subdivisi tanpa batas.
8.Sifat mnemoniks notasi membantu pemakai mengingat dan mengenali nomor kelas.

Sedangkan kelemahan yang muncul dari sistem DDC adalah sebagai berikut:
1.Klasifikasi Dewey terlalu berorientasi pada sifat Anglo Saxon serta kristiani.
2.Penempatan beberapa subjek tertentu dipemasalahkan.
3.Basis sepuluh DDC membatasi kemampuan perluasan sistem notasi, karena dari sepuluh divisi hanya sembilan yang dapat diperluas untuk memberi tempat subjek yang bertingkat sama dalam hierarki.
4.Perluasan sebuah subjek dxap[at dilakukan dengansistem desimal.
5.Relokasi dan phonix schedule sering menimbulkan masalh bagi pustakawan.
6.Laju pertunbuhan ilmu pengetahuan tidak sama sehingga membuat struktur ilmu pengetahuan tidak seimbang.
Buku kerja ini dibuat oleh penyusun sebagai tugas akhir dari mata kuliah Dasar-Dasar Klasifikasi. Dengan tujuan untuk memudahkan proses klasifikasi bagi seorang petugas pengolahan bahan pustaka. Semoga keberadaan buku kerja ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang ingin memakai DDC dalam proses klasifikasi.


DAFTAR PUSTAKA

1.Qayubi, Syihabuddin, DKK. Dasar-Dasar Ilmu Perpustakaan Dan Informasi. Yogyakarta: IPI Fakultas Adab UIN Suka, 2007

2.Sulistyo-Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,1991

3.Hamakonda, Towa P. Pengantar Klasifikasi Persepuluhan Dewey. Jakarta: BPK Gunung Muia, 1995

4.Mitcell, Joan S. DDC Summaries 21 : A Brief.
http://www.gpntb.ru/win/inter-events/crimea96/report/DOC1/84.html yang diakses pada Senin 16 Maret 2009 pukul 10.45 WIB

5.DDC edisi 21 versi elektronik

6.Ramdan. Sejarah dan Karakteristik DDC.
http://dalamzero1.blogspot.com/2008/12/sejarah-dan-karakteristik-ddc.html yang diakses pada Kamis 11 Juni 2009 pukul 12.54 WIB

SOSIALISASI DAN IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 43 TAHUN 2007 TENTANG PERPUSTAKAAN (Usaha untuk Mencermati dan Mengkritisi UU Tentang Perpustakaan)

SOSIALISASI UU NO.43 TAHUN 2007
Setelah melalui proses yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya Undang-Undang No.43 Tahun 2007 tentang perpustakaan disahkan juga. Undang-undang yang sejak 2003 dengan getol mulai ditabuh oleh perpustakaan nasional, dan baru goal empat tahun kemudian, berjalan dengan sangat cepat dan tanpa suara layaknya mobil ford atau ferrari keluaran terbaru yang melintas di jalan tol. Melintas dengan kecepatan tinggi dan tanpa suara, tidak banyak orang yang mendengar dan tahu. Sebagai pedoman dan panduan kuat bagi penyelenggara perpustakaan, sosialisasi dan implementasi undang-undang ini sepertinya bejalan sangat lambat, dan bahkan hanya jalan ditempat.
Tidak seperti Undang-Undang tentang pornografi yang begitu luar biasa menuai banyak tanggapan dari masyarakat, UU tentang perpustakaan berjalan adem ayem saja. Masyarakat kurang memberikan respon, dan pihak media massa sepertinya tidak begitu tertarik dengan proses penyusunan undang-undang ini.
Setelah satu tahun lebih upaya sosialisasi, hanya sebagian kecil saja orang-orang didunia perpustakaan (pustakawan) yang tahu dan paham dengan undang-undang ini. Sebagian besar malah belum (sama sekali tidak) mengetahui adanya undang-undang ini (bahkan mungkin tidak peduli, karena terbiasa dengan ketidakpercaya diriannya dengan profesi pustakawan yang disandangnya). Pustakawan yang semestinya memiliki kesempatan yang sangat besar untuk menyampaikan pesan undang-undang tentang perpustakaan ini, sehingga isi undang-undang dapat diketahui oleh semua pihak yang berkepentingan didalam lapisan masyarakat yang semakin banyak dan beragam, hanya dapat sedikit berbicara dan bahkan (mungkin) lebih banyak diam karena kekurang tahuannya terhadap undang-undang ini. Hal ini diperparah oleh masih banyaknya lembaga pendidikan yang belum memiliki perhatian lebih dan menganggap penting keberadaan perpustakaan. Ditambah dengan unsur bisnis yang sangat mempengaruhi proses pendidikan, sehingga muncul pendapat bahwa perpustakaan dianggap sebagai kegiatan yang sangat boros dalam hal menghabiskan anggaran. Hal ini berpengaruh terhadap buruknya kondisi pendidikan yang mengakibatkan siswa/mahasiswa atau orang menjadi tidak membaca, dan pada akhirnya jumlah generasi buta informasi (iliterate) menjadi bertambah banyak. Beberapa masalah seperti menyuap, mencuri, korupsi, cara pintas dengan cara tidak benar dan masalah lain sangat mempengaruhi kualitas hidup.

IMPLEMENTASI UU NO. 43 TAHUN 2007
Setelah menjalani proses sosialisasi yang berjalan dengan kondisi yang kurang begitu menggembirakan, proses implementasi undang-undang menjadi sangat penting. Dimulai dari dalam perpustakaan sendiri untuk memberikan sesuatu yang memiliki dampak besar dan angin segar bagi perkembangan perpustakaan. Pustakawan sebagai pengelola perpustakaan harus mampu memberikan layanan yang semakin bermutu (bekerja secara profesional), termasuk didalamnya mampu menyediakan koleksi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna perpustakaan dan fasilitas yang semakin baik. Pembenahan dan pengembangan di semua aspek bidang perpustakaan, akan mewujudkan harapan akan masyarakat yang mencintai perpustakaan dan peningkatan budaya baca di masyarakat sesuai dengan tujuan adanya undang-undang tentang perpustakaan ini.
Menjadi keharusan dan kewajiban bagi seluruh masyarakat, khususnya pustakawan sebagai orang yang bergelut didunia perpustakaan untuk menjaga agar penerapan UU tentang perpustakaan ini berlangsung dengan baik dan benar. Karena sebagai sebuah undang-undang yang secara resmi diundangkan dalam Lembaran Negara, maka secara sah beraku dan mengikat setiap warga negara untuk tunduk dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Undang-Undang tersebut.

BEBERAPA HAL MENJADI CATATAN PENTING
Terlepas dari nilai manfaat UU tentang perpustakaan yang masih baru ini, beberapa hal yang yang bisa menjadi catatan penting perlu diperhatikan. Senada dengan penilaian Prof.DR Sulistyo-Basuki tentang materi yang terlalu luas yang bisa mengakibatkan benturan dengan kepentingan departemen lain, demikian juga pendapat pakar perpustakaan Putu L. Pendit yang menyoroti tentang posisi Perpustakaan Nasional RI sebagai “super body” yang merasa mampu mengatur semua hal tentang perpustakaan, maka beberapa materi yang ada di beberapa pasal perlu dicermati secara lebih kritis. Melihat secara utuh keseluruhan materi yang ada di dalam Undang-Undang tentang perpustakaan ini, tampak beberapa materi yang sepertinya telah ada dan diatur dalam peraturan sebelumnya seperti UU tentang Cagar Budaya atau UU tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Beberapa hal atau materi yang perlu dicermati dalam UU tentang Perpustakaan ini adalah sebagai berikut :
Hak, Kewajiban dan Kewenangan yang tercantum dalam Bab II pasal 5 (ayat 1), pasal 6 (ayat 1), pasal 7 (ayat 10), pasal 8, pasal 9, dan pasal 10 terlalu abstrak. Tidak disebutkan secara jelas hak, kewajiban dan kewenangan pustakawan sebagai tenaga yang terlibat langsung dalam perpustakaan. Hak, kewajiban dan kewenangan yang tercantum dalam Bab II tersebut hanya untuk masyarakat dan pemerintah, serta lebih mengarah ke perpustakaan umum saja. Bagaimana dengan pustakawan yang ada di lembaga swasta?
Standar nasional perpustakaan dalam berbagai aspek seperti yang diatur dalam Bab III dan dalam beberapa pasal seperti pasal 12 (ayat 2), pasal 14 (ayat 2), pasal 17, pasal 23 (ayat 1), pasal 24 (ayat 1), pasal 27, pasal 29 (ayat 2) dan pasal 38 (ayat 1) kurang/tidak dijelaskan secara lebih rinci. Standar nasional seperti apa yang sesuai dengan kondisi sumber daya suatu perpustakaan (ragam layanan, koleksi, sumber daya manusia, dll) tidak tergambarkan secara jelas dalam undang-undang ini.
Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam berbagai aspek, seperti yang tertulis dalam pasal 12 (ayat 1), pasal 14 (ayat 3), pasal 19 (ayat 2), pasal 23 (ayat 5), pasal 24 (ayat 3), pasal 38 (ayat 2) dan pasal 42 (ayat 3) juga kurang/tidak dijelaskan secara lebih rinci. Sampai sejauh mana pemanfaatan kemajuan teknologi informasi bisa sampai ke pengguna perpustakaan. Sebagai contoh apakah pengguna bisa mengakses informasi sebebas-bebasnya, atau ada batasan akses bagi pengguna terhadap informasi tertentu.
Alokasi dana untuk pengembangan perpustakaan, terutama perpustakaan perguruan tinggi seperti yang tercantum dalam pasal 24 (ayat 4) atau sedikitnya 5% dari anggaran belanja operasional sekolah seperti yang tercantum dalam pasal 23 (ayat 6)
Kualifikasi pustakawan atau tenaga ahli di bidang perpustakaan bagi Kepala Perpustakaan Nasional, Kepala Perpustakaan Umum Pemerintah, Kepala Perpustakaan Umum Propinsi, Kepala Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota, dan Kepala Perpustakaan Perguruan Tinggi,seperti yang tercantum dalam pasal 30.
Tidak ada bahasan sama sekali tentang kompetensi dan sertifikasi tenaga pustakawan sebagai tenaga ahli yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan perpustakaan. Sehingga gaung undang-undang ini di dunia perpustakaan sendiri seperti angin yang berlalu secara cepat, tenang tanpa suara, dan sepi tanggapan yang berarti dari pustakawan.

PENUTUP
Menilik ke depan banyak tugas yang harus dilakukan Perpustakaan Nasional RI sebagai ‘super body’ yang harus mampu mengatur semua hal. Memanfaatkan jejaring ke daerah-daerah, dan bekerjasama dengan pihak-pihak lain yang memiliki kompetensi dalam masalah perpustakaan harus dilakukan oleh Perpustakaan Nasional, dalam rangka sosialisasi dan impementasi Undang-Undang tentang Perpustakaan ini.
Maka apakah nasib UU yang baru ini akan berjalan lancar atau tersendat-sendat, masih terlalu awal untuk menilainya. Menjadi kewajiban semua orang sebagai warga negara yang baik, terutama para pekerja perpustakaan khususnya pustakawan untuk menjaga agar penerapan UU tentang Perpustakaan ini dapat berlangsung dengan baik dan benar.

(Dikerjakan secara kelompok oleh Kenretno, Desy, Robik, Wahdah dan M.Jamil dalam Mata Kuliah Pengantar Ilmu Perpustakaan Dan Informasi)


DAFTAR PUSTAKA

1.…….. Impementasi UU No.43/2007 tentang Perpustakaan: Optimis Meski
Harus Kerja Keras. Genta Pustaka Vol.II No.9 (4-13) Januari-Februari 2008. Semarang: Universitas Soegiya Pranata, 2008
2. Undang-Undang No.43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.
3. http://arifs.staff.ugm.ac.id/publication_id.html diakses Rabu 31 Desember 2008
pukul 11.15 WIB

PUSTAKAWAN SEBAGAI GARDA PENGETAHUAN (Suatu Bentuk Usaha Positif Pustakawan Dalam Rangka Mensikapi Informasi Dengan Cerdas)

PENDAHULUAN
Pada era globalisasi yang ditandai dengan keterbukaan dan kemajuan teknologi, perpustakaan harus dapat mengambil peran penting di dalamnya. Perpustakaan sebagai “bidang garap” pustakawan tidak lagi hanya berisi koleksi-koleksi yang “tradisional” saja. Perkembangan perpustakaan dalam beberapa dasawarsa ini telah banyak dipengaruhi oleh perkembangan TI. Perpustakaan sebagai salah satu “aktor” yang berperan dalam pengumpulan, pengolahan dan pendistribusian informasi harus berhadapan dengan apa yang dinamakan TI ini. Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa tanpa adanya sentuhan TI, perpustakaan dianggap sebagai sebuah instutisi yang ketinggalan jaman, kuno dan tidak berkembang.
Era global yang banyak dipengaruhi oleh perkembangan TI telah merambah dan melanda semua orang tidak terkecuali pustakawan. Pustakawan diharapkan mampu mengelola banjir informasi yang berdampak luas pada masyarakat. Era global membuka mata hati bahwa didalam kehidupan ini kita perlu orang lain dimanapun tanpa mengenal batas. Perkembangan teknologi komunikasi dan telekomunikasi seperti Internet dapat dan telah mengubah gaya hidup banyak orang menjadi gaya hidup e-life. Internet dengan muatan-muatan bisnis, pendidikan dsb, telah mampu mempengaruhi pola pikir kita semua dan mengubah kehidupan secara drastis1. Internet sudah menjadi suatu media pilihan untuk mendapatkan informasi aktual dan faktual. Walaupun Internet bukanlah satu-satunya pilihan, namun sudah menjadi harapan utama untuk mendapatkan informasi aktual.

PERMASALAHAN
Penggunaan TI di perpustakaan sering menjadi tolok ukur kemajuan dan modernisasi dari sebuah perpustakaan. Hal ini tentu tidak bisa dipungkiri mengingat tuntutan masyarakat yang memang sudah “tahu dan pintar” dengan segala macam bentuk TI. Gejala dan permasalahan serta fenomena inilah yang membawa dampak kepada apa yang disebut dengan Layanan Perpustakaan Berbasis TI. Tentunya ini dengan harapan bahwa apa yang menjadi pertanyaan banyak orang mengenai sentuhan TI di perpustakaan sedikit terjawab melalui layanan berbasis TI ini.
Perkembangan perpustakaan dilihat dari kepentingan pengguna dirasakan belum menggembirakan. Masih banyak “tuntutan” pengguna yang belum dapat dipenuhi oleh perpustakaan, termasuk tersedianya akses layanan berbasis TI ini. Pengembangan TI di sebuah perpustakaan sebenarnya merupakan wujud dari berbagai kepentingan. Kepentingan ini yang mendorong perpustakaan untuk melakukan modernisasi pelayanan dan menerapkan TI dalam aktifitas kesehariannya. Tuntutan kepentingan-kepentingan yang sedemikian besar ini seakan menjadikan “cambuk” bagi perpustakaan untuk berbenah dan selalu berpikir untuk dapat memberikan yang terbaik melalui fasilitas TI ini2
TEORI
Implementasi TI dalam layanan perpustakaan dari waktu ke waktu akan terus berkembang baik untuk keperluan automasi perpustakaan maupun penyediaan media / bahan pustaka berbasis TI ini. Berdasarkan pengamatan, sebenarnya kepentingan ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua yakni kepentingan institusi dan kepentingan pengguna perpustakaan. Hanya terkadang apa yang menjadi kepentingan institusi sepertinya “belum berpihak” banyak kepada kepentingan pengguna. Belum lagi masalah prioritas, perpustakaan masih merupakan prioritas kesekian bagi lembaga induknya dalam hal pendanaan dan pengembangan.
Pustakawan harus mampu menghadapi perkembangan informasi yang terus berpacu dengan perkembangan teknologi di era global ini. Supaya berhasil mengatasinya, pustakawan sebagai tenaga profesional harus memiliki beberapa ketrampilan, antara lain :
* Adaptability
Pustakawan hendaknya cepat berubah menyesuaikan keadaan dan sebaiknya adaptif memanfaatkan teknologi informasi. Pustakawan dalam memberikan informasi tidak lagi hanya bersumber pada buku teks dan jurnal yang ada di rak, tetapi juga memanfaatkan internet untuk mendapatkan informasi yang up todate bagi penggunanya3
* People skills (soft skills)
Pustakawan adalah mitra intelektual yang memberikan jasanya kepada pengguna dengan kemampuan berkomunikasi yang bagus baik secara isan maupun tulisan. Oleh karena itu pustakawan dengan kriteria-kriteria berikut sangat diperlukan sebagai people skills yang kuat, yaitu :
a. Pemecahan masalah (kreatifitas, pencair konflik)
b. Etika (diplomasi, jujur, profesional)
c. Terbuka (fleksibel, terbuka untuk wawasan bisnis, berpikir positif)
d. Perayu (ketrampilan komunikasi dan mendengarkan atentif)
e. Kepemimpinan (bertanggung jawab dan kemampuan memotivasi)
f. berminat belajar (haus akan pengetahuan dan perkembangan).
1People skills ini dapat dikembangkan dengan membaca, mendengarkan kaset-kaset positif, berkenalan dengan orang positif, bergabung dengan organisasi positif lain dan kemudian diaplikasikan dalam aktivitasnya sehari-hari4.
* Positive Thinking
Pustakawan diharapkan menjadi orang di atas rata-rata. Sebagai pemenang yang selalu berpikiran positif, sehingga jika dihadapkan pada pekerjaan besar seharusnya berkata “yes” kami bisa. Tidak ada pesimisme dalam kamus hidup pustakawan.
* Personal Added Value
Pustakawan tidak hanya lihai dalam mengatalog, mengindeks, mengadakan bahan pustaka dan pekerjaan rutin lainnya, tetapi di era global ini pustakawan harus mempunyai nilai tambah sebagai navigator unggul dalam mencari informasi khususnya di dunia internet.
* Berwawasan Enterpreneurship
Pustakawan harus berpikir kewirausahaan. (entrepreneurship) agar dalam perjalanan sejarahnya nanti dapat bertahan. Paradigma lama bahwa perpustakaan hanya pemberi jasa yang notabene tidak ada uang harus segera ditinggalkan. Pustakawan yang berwawasan bisnis, terutama di era otonomi, perpustakaan secara perlahan harus menjadi income generation unit.
* Team Work - Sinergi
Di dalam era global yang ditandai dengan maraknya internet dan membludaknya informasi, pustakawan seharusnya tidak lagi bekerja sendiri. Mereka harus membentuk team kerja dengan tenaga professional lainnya untuk bekerjasama mengelola informasi.
Dengan enam ketrampilan di atas diharapkan pustakawan akan terus berkembang menjalankan tugasnya seiring dengan perubahan jaman yang begitu cepat. Profesionalisme pustakawan akan lebih mendarah daging dan menjiwai setiap aktivitasnya.

PEMBAHASAN
Teknologi dalam hal ini TI bukan merupakan hal yang murah. Perpustakaan yang ingin mengimplementasikan TI dalam layanan dan aktifitasnya perlu merencanakannya secara matang. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak ada kesia-siaan dalam perencanaan dan pengembangan yang berakibat pula pada pemborosan waktu, tenaga, pikiran dan keuangan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam rangka penerapan TI pada perpustakaan, yakni:
1.Dukungan Top Manajemen / Lembaga Induk
2.Kesinambungan / Kontinuitas
3.Perawatan dan Pemeliharaan
4.Sumber Daya Manusia
5.Infrastruktur Lainnya seperti Listrik, Ruang/Gedung, Furniture, Interior Design, Jaringan Komputer, dsbnya.
6.Pengguna Perpustakaan seperti faktor kebutuhan, kenyamanan, pendidikan pengguna, kondisi pengguna, dll
Hal-hal tersebut diatas akan menentukan sejauh mana keberhasilan penerapan TI di perpustakaan dapat berjalan dengan baik.
Penerapan TI dalam bidang layanan perpustakaan ini dapat dilihat dari beberapa hal seperti uraian berikut :
- Layanan Sirkulasi
Penerapan TI dalam bidang layanan sirkulasi selain layanan peminjaman dan pengembalian, statistik pengguna, dan administrasi keanggotaan, dapat juga dilakukan layanan silang layan antar perpustakaan yang akan lebih mudah dilakukan apabila TI sudah menjadi bagian dari layanan sirkulasi ini. Seperti sudah dimungkinkannya adanya self-services dalam layanan sirkulasi melalui fasilitas barcoding dan RFID (Radio Frequency Identification). Termasuk mulai digunakannya SMS, Faksimili dan Internet, didalam layanan sehari-hari.
- Layanan Referensi & Hasil-hasil Penelitian
Penerapan TI dalam layanan ini dapat dilihat dari tersedianya akses untuk menelusuri sumber-sumber referensi elektronik / digital dan bahan pustaka lainnya melalui kamus elektronik, direktori elektronik, peta elektronik, hasil penelitian dalam bentuk digital, dan lain-lain.
- Layanan Periodikal
Pengguna layanan periodikal (jurnal, majalah, terbitan berkala lainnya) akan sangat terbantu apabila perpustakaan mampu menyediakan kemudahan dalam akses ke dalam jurnal-jurnal elektronik, baik itu yang diakses dari database lokal, global maupun yang tersedia dalam format CD. Bahkan silang layan dan layanan penelusuran informasipun bisa dimanfaatkan oleh pengguna dengan bantuan teknologi informasi seperti internet.
- Layanan Multimedia / Audio-Visual
Layanan multimedia / audio-visual atau yang lebih dikenal sebagai layanan “non book material” adalah layanan yang secara langsung bersentuhan dengan TI. Pada layanan ini pengguna dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam bentuk Kaset Video, Kaset Audio, MicroFilm, MicroFische, CD, Laser Disk, DVD, Home Movie, Home Theatre, dll. Layanan ini juga memungkinkan adanya media interaktif yang dapat dimanfaatkan pengguna untuk melakukan pembelajaran, dsbnya.
- Layanan Internet & Computer Station
Internet sebagai icon penting dalam TI, sudah tidak asing lagi dalam kehidupan semua orang. Untuk itu perpustakaanpun harus dapat memberikan layanan melalui media ini. Melalui media web perpustakaan memberikan informasi dan layanan kepada penggunanya. Selain itu perpustakaan juga dapat menyediakan akses internet baik menggunakan computer station maupun WIFI / Access Point yang dapat digunakan pengguna sebagai bagian dari layanan yang diberikan oleh perpustakaan. Pustakawan dan perpustakaan juga bisa menggunakan fasiltas web-conferencing untuk memberikan layanan secara online kepada pengguna perpustakaan. Web-Conferencing ini dapat juga dimanfaatkan oleh bagian layanan informasi dan referensi. OPAC atau Online Catalog merupakan bagian penting dalam sebuah perpustakaan, untuk itu perpustakaan perlu menyediakan akses yang lebih luas baik itu melalui jaringan lokal, intranet maupun internet.
- Keamanan
Teknologi informasi juga dapat digunakan sebagai alat untuk memberikan kenyamanan dan keamanan dalam perpustakaan. Melalui fasilitas semacam gate keeper, security gate, CCTV dan lain sebagainya, perpustakaan dapat meningkatkan keamanan dalam perpustakaan dari tangan-tangan jahil yang tidak asing sering terjadi dimanapun.
- Pengadaan
Bagian Pengadaan juga sangat terbantu dengan adanya teknologi informasi ini. Selain dapat menggunakan TI dan internet untuk melakukan penelusuran koleksi-koleksi perpustakaan yang dibutuhkan, bagian ini juga dapat memanfaatkannya untuk menampung berbagai ide dan usulan kebutuhan perpustakaan oleh pengguna. Kerjasama pengadaan dengan berbagai pihak juga menjadi lebih mudah dilakukan dengan adanya TI ini.
Implementasi TI dalam layanan perpustakaan dari waktu ke waktu akan terus berkembang seiring makin kompleksnya keperluan automasi perpustakaan maupun penyediaan media / bahan pustaka yang berbasis TI.

PENUTUP
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa perkembangan informasi yang disertai dengan layanan perpustakaan berbasis TI dapat diterapkan di semua bagian perpustakaan. Hal tersebut tergantung pada bagaimana dan apa kebutuhan pengguna dan juga perpustakaan. Proses pengembangan perpustakaan berbasis TI ini harus memperhatikan kepentingan pengguna dan juga kepentingan institusi / organisasi induk yang menaunginya. Termasuk didalamnya faktor kemampuan finansial dari perpustakaan / lembaga induk untuk menerapkan TI dalam layanan perpustakaan ini. Karena TI sebagai sesuatu yang cukup “mahal” merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan lagi.
Demikian juga dengan pustakawan sebagai tenaga pengelola perpustakaan yang senantiasa harus siap menghadapi tantangan perkembangan informasi dan teknologi yang mengiringinya. Dengan sikap dan peran yang terbuka, kreatif, inovatif dan menyukai tantangan, insyaallah terwujud hubungan yang manis antara pustakawan, informasi dan teknologi informasi.













DAFTAR PUSTAKA


1.Qalyubi, Syihabuddin, dkk. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan Dan Informasi. Yogyakarta: Jurusan IPI F.Adab UIN Suka, 2003
2.Sulistyo, Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993
3.Muin, A. Indonesia di Era Dunia Maya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000
4.http://educate.lib.chalmers.se/IA …roceedcontents/ chanpap/feret.html diakses pada Selasa 14 Oktober 2008 pukul 10.25 WIB
5.Surachman, Arif. dalam http://pustaka.uns.ac.id/?opt=1001&menu=news&option=detail&nid=60# diakses pada Selasa 14 Oktober 2008 pukul 10.15 WIB
6.http://eprints.rclis.org/archive/00008595/01/prof-profesi.pdf diakses pada diakses pada Rabu 15 Oktober 2008 pukul 11.35 WIB.