Selasa, 13 November 2012

HAJI : ANTARA EGOISME DAN ALTRUISME

Bangsa Indonesia patut berbangga. Sebab, jumlah jamaah haji Indonesia ternyata terbanyak bila dibanding negara lain. Dari sekitar 43.478 orang yang tiba di Madinah pada 10 Oktober lalu, 32.276 adalah jamaah haji asal Tanah Air (hidayatullah.com. 10/10).Posisi itu paling tinggi di atas India dan Turki.
Dalam hal ini, ada dua hal kenapa harus bangga. Pertama, kesadaran warga Indonesia menunaikan rukun Islam ke lima sangat tinggi. Kedua, jika melihat biaya haji yang tinggi, hal itu indikasi bahwa ekonomi masyarakat, terutama umat Islam relatif menggembirakan.Seperti dilansir DetikNews.com (23/06), jumlah jamaah haji tahun 2011 mencapai angka sekitar 200 ribu peserta. Peringkat paling atas diwakili Jakarta dengan jumlah 60.197 kemudian disusul Surabaya 40.398 orang. Angka itu belum lagi jika ditambah calon haji (calhaj) yang masih dalam daftar tunggu (waiting list) yang jumlahnya juga tidak sedikit. Angka tersebut tentunya akan lebih besar bila digabung. Kenapa hal ini perlu dikalkulasikan? Bila melihat cost haji yang cukup besar, atau sekitar Rp 30 juta, maka kalau Rp 30 juta itu dikalikan 200 ribu, hasilnya akan sangat besar. Triliunan rupiah! 

Sekarang, mari kita lihat jumlah penduduk Indonesia tahun 2011. Menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), pada tahun ini, jumlah penduduk negara ini mencapai sekitar lebih dari 241 juta jiwa. Dan, mari kita coba lihat lagi standar kemiskinan yang dibuat Bank Pembangunan Asia (ADB). Menurut ADB, dikatakan miskin bila berpenghasilan di bawah 1.25 dollar AS per hari atau sekitar Rp 10.625. 
Di Indonesia, entah berapa persen masyarakat yang tergolong berpendapatan di bawah 1.25 dollar. Tak terlalu penting sebenarnya data itu. Sebab, bila melihat realitas yang ada, setidaknya data itu telah terjawab. Lihat saja kesejahteraan masyarakat yang masih sangat jauh dari harapan. Begitu pula jumlah pengangguran, pengemis, gelandangan yang masih banyak. Lihat saja ketika bulan puasa tiba. Tontonan mustahik yang berebut zakat dengan begitu mengenaskan hingga merenggut nyawa kerap terjadi. Realitas itu hingga kini bak benang kusut yang sulit diurai. Bagi masyarakat yang mampu berhaji, tentunya pendapatannya di atas Rp 10 ribu per harinya. Atau setidaknya tidak termasuk kelompok yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pendapatan mereka per hari bisa berkali lipat. Bisa Rp 100 ribu atau bahkan lebih. Tergantung profesi. Pejabat biasanya bergaji jutaan rupiah per bulan. Begitu juga pebisnis, per bulan bisa meraup puluhan juta rupiah atau bahkan lebih. Haji sebenarnya memiliki nilai prestise tersendiri bagi masyarakat. Tidak saja secara transendtal –memenuhi perintah Allah--, tapi juga secara sosial-kultural. 
Orang yang telah berhaji biasanya dianggap alim atau shaleh. Karena itu, biasanya, orang yang telah berhaji mendapat julukan baru:al haj atau haji/hajah yang diikuti perubahan lahiriyah. Seperti dari gaya berpakaian yang lebih Islami. Karena itu, tak begitu heran bila masyarakat berlomba-lomba menunaikan ibadah yang menelan dana puluhan juta rupiah itu. Hal itu akan lebih berbeda lagi bagi para “pejabat”. 
Tak sedikit di antara mereka yang melakukan haji lebih dari satu kali. Itu belum lagi kalau dihitung umrah. Bisa jadi, hampir setiap tahun berangkat umrah. Pasalnya, konon, umroh dan haji dianggap cara moncer untuk membangun brand image citra politik maupun sosial di masyarakat. Apalagi, bila sedang dililit kasus. Pergi ke tanah suci, biasanya menjadi solusi. Adanya orang naik haji lebih dari sekali bisa menjadi ritus paradoks dalam konteks kemasyarakatan. Apalagi bila selama ini tidak memberikan sumbangsih apapun. Namun, lebih mengutamakan hajinya daripada berbagi (altruisme atau itsar) kepada sesama. Padahal, altruisme juga penting daripada egoisme dalam beribadah. Karena itu, pertanyaannya: apa gunanya haji tapi apatis? Apa gunanya haji tapi asosial? Padahal, indikasi kesuksesan haji, salah satunya diukur dari keshalehan sosial. Coba bayangkan bila angka 200 ribu orang haji itu memiliki sifat altruistik yang tinggi. Satu orang, misalnya, bisa mengentaskan satu atau bahkan dua orang yang hidup dalam kemiskinan. Niscaya, 200 ribu orang dapat terbantu. Apalagi kalau itu terjadi pada tiap tahunnya. Tidak terlalu sulit. Untuk keluar dari garis kemiskinan caranya mereka disuntik agar pendapatan mereka melebihi angka Rp 10 ribu per hari. Tidak terlalu banyak. 
Seorang muslim yang berhaji tentunya memiliki spirit altruisme yang besar. Spirit itu setidaknya akan didapat ketika melakukan serangkaian ibadah haji: thawaf, ihram, wukuf, sa’i, dan ketika tawaf mengitari kabah. Ada tanggung jawab sosial di situ: di mana muslim hidup tidak hanya mengendepankan egoisme personal, tapi juga punya tanggung jawab sosial, seperti satu tubuh. Ada cerita menarik tentang ini. Suatu waktu, ada ahli sufi, Ibrahim bin Ahmad, bemimpi, ada dua malaikat turun ke bumi dan berbincang. “Tahun ini ada berapa jamaah yang hajinya diterima oleh Allah?” tanya salah satu malaikat kepada malaikat yang lain. Malaikat yang lain menjawab,” Dari sekian ribu jamaah, tak satupun yang diterima kecuali seseorang dari Damaskus bernama Muwaffaq.” Setelah terbangun, Ibrahim berniat mencari kebenaran mimpinya. Ia pun bergegas menuju Damaskus mencari orang yang dimaksud. Setelah bertemu Muwaffaq, Ibrahim menanyakan itu. Muwaffaq menjawab pertanyaan itu, “Sudah lama aku ingin berhaji, tetapi selalu kesulitan dana. Suatu saat aku mendapat untung besar dan aku pun berencana naik haji. Tetapi, saat hendak berangkat, aku mendapati anak-anak yatim di sekitar rumahku kelaparan hingga harus memakan bangkai keledai selama tiga hari. Akhirnya aku batalkan rencana pergi haji dan kuberikan ongkos hajiku itu untuk menolong mereka.” Jadi, apabila gelar Al-hajj telah disandang, tapi altruisme tidak terpatri di dalam dirinya, atau bahkan egoisme makin bertambah, perlu dipertanyakan kemabrurannya: kira-kira diterima atau tidak ibadahnya? Jadi, di mana hati orang yang berhaji hingga dua kali tapi belum berbuat apa-apa bagi orang tidak mampu di sekelilingnya? Jika demikian, tanyalah pada onta di padang pasir! 

Syaiful Anshor (Alumnus STAI Lukman Al Hakim, Surabaya)

Sumber :
http://www.fiqhislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=35671&Itemid=82) 

Kenretno's Note :
Kutemukan saat aku pengin tahu lebih dalam tentang haji ditinjau dari sisi kEhidupan sosial. Mencoba menjawab kegusaran hati dan pikiran saat 'kecamuk hati' atas hukum haji ke 2, 3, dst.

Senin, 19 Juli 2010

IBU.....KAPAN AKU BISA TIDUR DISISIMU ?

Tersentak hati Bu Dina mendengar permintaan anaknya. Anak laki-lakinya ingin ditemani tidur, ingin diberi kehangatan darinya….kehangatan seorang ibu, Kehangatan…kasih sayang ibu.
Sebagai seorang wanita yang cantik, Dina memiliki hampir segala yang diimpikan kaum wanita. Parasnya ayu, manies dan selalu enak dipandang. Bentuk hidung, mata, alis, bulu mata hingga ke garis pipi yang tertata indah bak bulu perindu diatas bintang timur diwaktu senja. Postur tubuhnya sangat ideal untuk seorang wanita. Kulitnya yang putih dan jenis rambutnya yang panjang hitam bergelombang menambah nilai keaggunannya. Kemolekan lekuk tubuhnya menyebabkan ia sering disebut wanita terseksi.

Dina, seorang wanita karir pada salah satu perusahaan swasta besar di Ibukota, termasuk wanita yang cerdas. Ditunjang pendidikan formalnya yang merupakan alumni Pasca Sarjana Komunikasi Universitas ternama.

Loyalitas terhadap perusahaan tidak diragukan lagi, sehingga menjadikan dirinya sebagai salah satu 'maskot' pegawai diperusahaannya. Tak heran bila karirnya bagai 'rising' star. belum sepuluh tahun bekerja, dia sudah menduduki jabatan penting, setingkat Department Head (Kepala Bagian). Dikenal dekat dengan bawahan. Suppel dan mampu berkomunikasi dengan baik dengan jajaran pimpinan. Tipikal Dina selalu menjadi bahan pembicaraan dikalangan pegawai, gunjingan hingga tentu saja 'fitnah' dari orang-orang yang tidak menyukainya. Apalagi ketika terdengar kabar bahwa dia akan dipromosikan menjadi salah satu deputy kepala divisi.

'ah...paling dengan keseksiannya' kata mereka yang tidak suka.

"Ibu mau kemana....?" tanya Fitri, puteri bungsunya

"Ibu mau berangkat ke kantor nak..." jawab Dina, sambil merapihkan pakaiannya

"Kok masih gelap bu....bareng ayah gak bu...?" tanya Fitri lagi dengan bahasa anak yang agak cadel

"Ayah khan belum pulang nak. Masih di Bandung..." jawab dina, tanpa memalingkan wajah dari cermin hiasnya

Jam masih menunjukkan pk. 04.25 pagi. Hari masih gelap. Anak-anaknya masih terlelap, kecuali Fitri yang terbangun karena mendengar suara peralatan riasnya.

"Aku tidak boleh terlambat...aku harus tiba sebelum Bos dan Klienku datang.." pikir Dina dalam hati

"Bu, aku masih mau tidur...." kata Fitri

"Iyya nak...."

.Dina mencium kening anak puteri satu-satunya itu. Dengan penuh kasih sayang dipeluknya erat sambil berkata pelan, "Nanti sekolah sama si Mbok ya....sarapan disekolah juga gak apa-apa kok...Ibu harus berangkat pagi-pagi..."

"Ah, Ibu...kemarin sudah pagi pagi...kemarinnya lagi pagi, sekarang pagi lagi..." keluh Fitri, dengan menggeleng-gelengkan kepalanya

"Fitri, Ibu bekerja juga untuk Fitri. Untuk sekolah Fitri dan Adit.....untuk membelikan Fitri rumah-rumahan dan masak-masakan..." jawab Dina pelan

"Tapi Ibu selalu pulang malam. Fitri gak pernah tidur bareng Ibu. Makan sama si Mbok...sekolah juga sama si Mbok...." keluh Fitri lagi sambil menggulingkan tubuhnya.

"Fitri, Ibu mau berangkat.....kamu berangkat sama si Mbok ya...!" seru Dina dengan sedikit keras dan wajah agak memerah.

Dina segera keluar kamar. Dia memang tidur bersama anak puterinya yang masih berusia tiga tahun. Ketika akan membuka pintu kamar, Dina menyempatkan diri melihat raut wajahnya dicermin.

Terlihat jelas rona merah diwajahnya. Warna kulitnya yang putih menambah kejelasan 'rona merahnya'. Dina menghela nafas panjang, kemarahan sesaat telah merubah tutur bahasanya. Sudah merubah pula paras ayunya...

"Huh...Fitri selalu membuat aku marah....Fitri sering memperlambat jalanku ke kantor..." keluhnya sambil mengusap keringat didahinya.

"Ah sudah pk. 04.45...aku bisa terlambat ..."

Dina mempercepat langkahnya. Sampai diteras rumah keraguan muncul dihatinya....Dia belum sempat bicara dengan Adit, anak sulungnya...

"Ah dia khan sudah tujuh tahun. Sudah lebih besar. Dia pasti ngerti lah..."

-oooOooo-

Presentasi mengenai pengembangan perusahaan, khususnya bidang komunikasi, kemitraan dan pemasaran yang dipaparkan Dina memdapatkan sambutan luar biasa dari Stake Holder (Pemegang Saham, Komisaris, Jajaran Direksi dan Mitra Kerja). Sambutan itu ditandai dengan tepuk tangan meriah sambil berdiri dan ucapan selamat yang seolah tak putus.

Senyum sumringah tersembul dari wajah Dina. Perasaan puas memenuhi rongga hatinya. Dia menghela nafas panjang. Memejamkan mata sesaat...."Akhirnya aku berhasil...."

Untung aku bisa mempersiapkan diri dengan baik. Untung juga aku tiba lebih awal sehingga bisa mengkondisikan semuanya.......

"Dina selamat ya....tidak sia-sia kami menempatkan kamu sebagai Dept Head Promosi & Kemitraan....." kata seorang Direksi sambil menjabat erat tangan Dina.

Jabatan tangan yang terasa 'lain'. Terasa ada getaran 'hangat' yang menjalar melalui jari-jari terus hingga pangkal tangan, dan meluncur deras dihati. Jantung berdegup kencang...entah perasaan apa itu. Yang jelas perasaan itu membuatnya pikirannya 'kacau', hatinya diliputi oleh suatu misteri..entah misteri apa

"Dina, kerja kamu luar biasa.....masih muda, cantik, jenius....tak salah jika Perusahaan memberimu posisi tsb....." kata seorang Komisaris

Pujian komisaris menambah kencang degup jantungnya...seolah darah berhenti mengalir. Seolah kaki sulit untuk digerakkan. Dengan menghirup nafas pelan, Dina membalas pujian tsb

"Terima kasih Pak..terima kasih...semua berkat bantuan dan bimbingan Bapak..."

"Berapa usiamu sekarang... adakah 40...?" tanya Komisaris itu lagi

Dina tersipu malu.....rona merah kembali menghiasi wajahnya....

"Saya baru 34.... Pak..." jawab Dina sambil tertunduk malu

"Wow...Surprise...kita memiliki calon direksi termuda. Cantik, jenius dan ber-visi...semoga kamu sukses ya...."

Dina terkesima. Tak percaya. Calon direksi....? ah, gak mungkin... aku salah dengar....

-oooOooo-

Minggu, pk. 04.00 Dina terbangun.

Ohhhhh....lelah pikiran dan badannya membuatnya agak sedikit malas untuk bangun. Namun undangan stake holder untuk sekedar minum kopi pagi di Kafe Padang Golf mengharuskan dia untuk segera bergegas.....

"Ah....ngantuknya....."

Dina kembali merebahkan badannya....rasanya dia ingin meliburkan diri bersama anak-anaknya....terutama Fitri yang kemarin membuatnya sedikit marah....

Tapi...undangan Direksi dan Komisaris adalah sebuah 'Perintah'...laksana titah Raja yang harus dijalankan, meskipun hanya ajakan sambil lalu...

"Ahhhh....."


Dina mulai menyiapkan diri. Mandi pagi dan sedikit bersolek....tampil agak cantik dan...hmmmm..seksi dikit rasanya tidak apa-apa. Toh akan bersantai bersama orang-orang penting 'penguasa' kantor....'apalagi bila....bila ada yg tertarik padaku...' pikirnya..

'ah pikiran ngelantur.....' pikirnya lagi

"Ibuuuu....Tolong tiduri aku Bu...." seru Adit sambil berjalan pelan dan membawa bantal guling yang sarungnya entah kemana

"Adiiit....?" tanyanya heran

"Adiit...." seru Dina kembali. Heran, tidak biasanya Adit bangun pagi dan pindah ke kamarnya.

"Ibuuu...tolong tiduri aku bu...semalam aku gak bisa tidur...aku kepikiran Ayah....aku ingin bermain bersama Ayah...."

"Adit. Hari ini Ibu masuk kantor....Ibu akan bertemu Bos di kantor..." jawab Dina

"Ibuuu...tolong tiduri aku...aku ngantuk ...pengen tidur bareng Ibu..." pinta Adit, kemudian merebahkan kepalanya di pangkuan Dina, Ibundanya...

Dina terdiam. Hatinya semakin membuncah....perasaan malas memenuhi undangan Direksi kembali muncul....tapi motivasi untuk memperlihatkan loyalitas demikian tinggi...dus, dia sudah berdandan seksi.

Diusap-usap perlahan kepala Adit. Rambutnya yang sedikit ikal bergelombang mirip seperti rambutnya. Bentuk wajahnya yang agak oval dan halus merujuk pada ayahnya...

"ahhh..aku jadi ingat Mas Darman. Wajah Adit mirip ayahnya....semalam dia memberi kabar kalau Meeting di bandung diperpanjang karena banyak Klien baru yang ikut datang...." bathin Dina dalam hati....seketika ia merasa bersalah dengan suaminya.

"Adiiit, Ibu harus pergi sayang.....Ibu harus masuk kantor....."

"Tapi buu..." Adit tidak bisa meneruskan kalimatnya, karena Dina mengangkat kakinya perlahan, sehingga kepala Adit berpindah ke bagian pinggir tempat tidur.

Dina meneruskan riasannya dimuka cermin yang ada di sisi kanan tempat tidurnya. Bibirnya diolesi lipstick tipis warna merah muda, sesuai dengan pakaian yang dikenakannya. Pakaian terbaik yang dimilikinya, hadiah Ulang Tahun dari Mas Darman suami tercinta.

"Mas Darman pasti akan silau bila melihat aku sekarang. Pasti akan memujiku 'Cantiiik'..hehehe...sayang dandananku saat ini untuk orang lain...."

"Huk..huk..huk.." suara batuk kecil beriak keluar dari mulut Adit

"Adiit, kamu batuk. Jajan apa kamu kemarin" tanya Dina sambil terus memainkan penghalus bedak dipipinya

"Huk..huk..huk.." suara itu kembali terdengar

"Mboookkk....tolong ambilkan air putih hangat. Adit batuk nih" teriak Dina dari dalam kamarnya

Tepat pk. 05.00 Dina meluncur menuju Kafe Padang Golf. Perjalanan akan memakan waktu 30 menit. Cukuplah. Karena pertemuan dan sarapan kopi pagi baru akan dimulai pk. 06.00. Tapi biasanya banyak yang sudah datang dengan perlengkapan stick golf, termasuk pemilihan 'caddy' pendamping permainan golfnya nanti.

-oooOooo-

Dina sangat menikmati suasana Kopi Paginya. Dia begitu cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tidak ada lagi perasaan canggung, malu dan minder bercengkerama dengan jajaran Direksi, Komisaris dan Pimpinan Unit Mitra Kerja. Apalagi dalam acara yang dikemas secara informal ini. Seolah ia sudah menjadi bagian dari mereka. Jajaran elit perusahaan.

"Penuhi jiwa ini dengan satu rindu...rindu untuk mendapatkan rahmat-Mu...meski tak layak ku harap debu Cinta-MU" ringtone HP Dina berbunyi....

"Maaf Pak,,,,,,," Dina tak sanggup meneruskan kata-katanya untuk meminta ijin mengangkat Hpnya

"Silakan ..silakan....ini suasana santai kok" jawab salah seorang Direksi

"Permisi Pak"

"Meski begitu ku akan bersimpuh... Penuhi jiwa ini dengan satu rindu...rindu untuk mendapatkan rahmat-Mu...." ringtone itu terus berbunyi...

Ditempat yang agak jauh dari kerumunan orang Dina mengangkat Hpnya...

"Hallo...." sapanya

"Bu...kamu ada dimana sekarang....?" tanya suara disana dengan lembut

"Sedang bersama Direksi dan komisaris di kantor.. Yah..." jawab Dina

Ohhh,...ternyata dari mas Darman, suaminya. Dina terbiasa memanggilnya Ayah, menyesuaikan diri dengan panggilan anak-anaknya

"Loch emangnya masuk... ?" tanya Mas Darman lagi

"Iyya Yah..."

"kapan pulangnya...Adit sakit di rumah kata si Mbok..."

"nanti siang.....atau mungkin juga sore..."

"Yaa sudah...biar Ayah saja yang pulang segera"

-oooOooo-

Pk. 15.30 Dina kembali kerumahnya. Sarapan Kopi Pagi di kafe Padang Golf ternyata diteruskan dengan acara ramah tamah dan meeting informal dengan Mitra Kerja dan Klien. Beberapa Kontrak Kerja 'deal' dalam ramah tamah itu. Dina baru mengetahui kalau banyak 'deal' 'deal' kontrak kerja yang putus di Kafe, Padang Golf serta jamuan makan. Mungkin karena lebih santai dan informal....pikirnya, sehingga lebih mudah untuk bicara dari hati ke hati

Tiba di ujung jalan pemukiman, Dina melihat banyak orang berduyun menuju satu rumah dengan membawa nampan, rantang dan gelas-gelas kecil.

"Ada apa ini...?" tanya Dina dalam hati

Ada bendera kuning terikat di atas tiang listrik tepi jalan...

"Ohh ada yang meninggal...."

Dina mempercepat langkahnya. Ia juga ingin melayat. Ia tak ingin juga tertinggal dalam urusan sosial di lingkungannya....

Tak berapa lama Dina tersentak. Kakinya kaku tak bisa digerakkan....dia melihat banyak orang berkerumun dipekarangan rumahnya. Kebanyakan ibu-ibu dan wanita yang mengenakan pakaian berwarna gelap dan berkerudung. Bapak-bapak ada di ruang tengah...

"ohh...apakah...apakah....."

"Tidaaaakkkkkkkkk"

Dina mencoba untuk berlari. Namun kakinya semakin sulit bergerak.

Air mata Dina deras mengalir ketika ia melihat seorang bapak berpeci hitam dan berpakaian muslim putih sedang melantunkan ayat-ayat Qur'an. Dari suaranya tersendat terlihat jelas bahwa Bapak itu menahan tangis. Kadang sesegukan sesekali menghambat laju bacaan Qur'annya..

"Mas Darman.....Ayahhhhhh" seru Dina setengah berteriak

"Ayah siapa yang meninggal Yah....?" tanya Dina kepada Bapak yang sedang mengaji tadi

"Ayah..siapa yah....?" tanyanya lagi

Bapak tadi tidak menjawab. Telunjuk jarinya mengisyaratkan bahwa Dina bisa membuka kain kafan yang belum tertutup

Dengan sedikit merangkak, Dina berjalan tersendat, dan membuka kain kafan penutup wajah si mayit.

"Yaa Allah...Aadiiitttt" Dina langsung memeluk tubuh jenazah itu

"Maafkan Ibu Nak....maafkan Ibu nak......." teriak Dina keras, membuat seisi rumah menoleh kepadanya. Bahkan beberapa orang yang berada di luar juga berlari kearah rumah

"Adddiiiiittttt....Sini nak...Ibu akan tiduri kamu...Ibu akan tidur bersamamu Nak....."

"Addiiittttt bangun nak..Ibu sudah pulang...Ibu sudah pulang nak...."

"Ibu ingin tidur bersama mu...."

Dina meraung keras seperti anak kecil yang kehilangan orang tuanya....air matanya mengalir deras. Tak kuasa menahan sedih. Rasanya ingin sekali ia menggoyang-goyangkan tubuh kaku itu agar kembali bergerak....namun Mas Darman segera merangkulnya. Memeluknya. Dan mencium keningnya...

"Bu....ini salah kita..salah Ayah....Ayah terlalu sering meninggalkan keluarga.."

"Bukan Yah...ini salah Ibu...tadi pagi Adit minta ditemani tidur, tapi Ibu tolak..."

"Ya sudahlah...ini salah kita semua. Adit terkena paru-paru basah akut. Dan terlambat ditolong....."

-oooOooo-

Sahabat,

Anak, isteri, suami dan keluarga adalah perhiasan dunia. Perhiasan yang paling indah adalah istri yang sholeh (Amar'atush-Sholihah), suami yang adil ('imamun 'adilun) dan anak-anak yang mendoakan orang tuanya.

Sumber:
http://www.rumah-yatim-indonesia.org/

Kenretno's note:
Menangis sendirian di siang hari di kantor sesaat setelah kubaca tulisan ini. Rasa bersalah dan bimbang sesaat membayangi diri. Ya Allah....selalu ingatkan aku saat aku mulai sedikit melupakan Mu. Tulisan yang tiada bosan kubaca saat rehat sejenak diantara kesibukan sehari-hari. Semoga aku selalu menjadi orang tidak tergolong 'rendah' di kehidupan ini.